Medan, KPonline – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut dan Apindo Kota Medan meminta kepastian hukum dari pemerintah. Hal ini, terkait dengan penetapan UMK (Upah Minimum Kota) serta UMSK (Upah Minimum Sektoral Kota). Para pelaku usaha yang tergabung dalam Apindo menilai, regulasi atau kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah telah melanggar ketentuan yang telah dibuat pemerintah. Demikian diwartakan oleh Tribun Medan, Jumàt (3/2/2017).
Belum lagi tuntas sengketa UMK Medan 2017 yang dikeluarkan Walikota dengan restu Gubernur Sumut, pada surat keputusan Gubernur Sumut No 188.44/26/KPTS/2016 tentang Penetapan Upah Minimum Kota Medan tahun 2017, di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kini muncul lagi SK Gubernur Sumut No 188.44/33/KPTS/2017 tentang Upah Minimum Sektoral Kota Medan 2017 yang telah membuat dunia usaha gerah.
Ketua Dewan Pimpinan Kota (DPK) Apindo Kota Medan, Rusmin Lawin mengatakan, pihaknya menyikapi keluarnya SK Gubernur Sumut tentang Upah Minimum Sektoral Kota Medan 2017. Keluarnya peraturan daerah terkait UMSK 2017 ini, menjadi preseden buruk bagi dunia usaha di Indonesia khususnya Kota Medan.
“Sebab, dalam perhitungan UMK maupun UMSK telah memiliki payung hukum yang jelas pada Peraturan Pemerintah No 78 tahun 2015 tentang Pengupahan,” ujar Rusmin Jumat (3/2/2017) di Kantor Apindo Medan.
Sementara itu, kalangan buruh menilai penetapan UMK dan UMSK Medan sudah tepat, karena sudah sesuai dengan regulasi dan perundang-undangan yang berlaku, seperti:
Sesuai dengan Pasal 88 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan [Pasal 88 ayat (1)]; dan untuk mewujudkan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh [Pasal 88 ayat (2)].
Dalam penjelasan Pasal 88 ayat (1) disebutkan, yang dimaksud dengan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak adalah jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua.
Sesuai dengan Pasal 88 ayat (3), Pasal 89 ayat (1), ayat (2), Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh salah satunya adalah upah minimum [Pasal 88 ayat (3)]; Upah minimum terdiri atas upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota [Pasal 89 ayat (1)]; dan Upah minimum diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak” [Pasal 89 ayat (2)].
Sesuai dengan angka 1 huruf a butir 1 dan 2, angka 5 huruf a Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum Dalam Rangka Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja.
Upah minimum didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL), Produktivitas, dan Pertumbuhan Ekonomi” (Angka 1 huruf a butir 1); Upah minimum Provinsi, Kabupaten/Kota diarahkan kepada pencapaian KHL” (Angka 1 huruf a butir 2); dan Menetapkan upah minimum dengan berdasarkan kepada kebijakan pengupahan dan pegembangan system pengupahan nasional sebagaimana dimaksud pada angka 1, serta memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan didaerahnya masing-masing” (Angka 5 huruf a).
Sesuai dengan Pasal 41 ayat (1), Pasal 43 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan.
Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman [Pasal 41 ayat (1)], dan Penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dilakukan setiap tahun berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi” [Bahwa Pasal 43 ayat (1)].
Sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Upah Minimum.
Penetapan upah minimum didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi [Pasal 3 ayat (1)]; dan Gubernur menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) [Pasal 6 ayat (1)].
Sedangkan yang dimaksud dengan diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak dalam ayat ini ialah setiap penetapan upah minimum harus disesuaikan dengan tahapan pencapaian perbandingan upah minimum dengan kebutuhan hidup layak yang besarannya ditetapkan oleh Menteri.