Jakarta, KPonline – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan, ratusan buruh akan kembali melakukan aksi ke DPR RI dan Kantor Menko Perekonomian pada hari Senin, (3/8/2020). Aksi ini dilakukan, sehubungan dengan adanya informasi jika Panja Baleg Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja secara diam diam dan dadakan pada hari tersebut.
“Hal ini sesuai dengan apa yang kami sampaikan sebelumnya, bahwa KSPI akan melakukan aksi tiap pekan, setiap kali DPR RI membahas omnibus law,” tegasnya.
Menurut Said Iqbal, aksi serupa juga akan diakukan secara bergelombang di berbagai provinsi, dan puncaknya adalah tanggal 14 Agustus 2020 bersamaan dengan sidang Paripurna DPR RI yang akan diikuti puluhan ribu buruh.
“KSPI menyesalkan dan mengutuk keras sikap Panja Baleg Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang terkesan melakukan rapat diam-diam dan dadakan, yang melanggar undang undang keterbukaan informasi yang menjadi hak publik” kata Said Iqbal. Ironisnya, pembahasan omnibus law tetap dilakukan meskipun DPR sedang reses, dengan berlindung “di ketiak” pimpinan DPR RI yang katanya sudah memberi izin.
“Mereka, patut diduga, seperti sedang mengejar setoran dan ketakutan menghadapi rakyat dan kaum buruh yang sudah banyak menyampaikan penolakan,” lanjutnya
“Kami bertanya-tanya. Ada kepentingan apa, sehingga para anggota Panja Baleg Omnibus Law tersebut ngebut membahas RUU yang banyak ditolak berbagai pihak ini? Padahal omnibus law menyangkut kepentingan rakyat dan akan berdampak 30 hingga 40 tahun ke depan bagi Bangsa Indonesia, tetapi justru pembahasannya dilakukan dengan terburu-buru dan diam-diam.” Mengutip apa yang pernah disampaikan Gus Dur, wajar jika ada penilaian DPR RI khususnya panja baleg omnibus law level pemikiran dan gagasannya selevel tingkat taman kanak-kanak.
KSPI menuntut agar pimpinan DPR RI dan pimpinan Baleg mengumumkan, bahwa setiap rapat pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja diumumkan secara terbuka ke publik. Di mana Jadwal Sidang secara keseluruhan pembahasan harus diumumkan terbuka kepada publik dari mulai awal hingga akhir pembahasan RUU tersebut. Baik untuk rapat atau sidang yang sifatnya tertutup maupun terbuka.
“Tuntutan ini sesuai dengan prinsip dalam UU tentang keterbukaan informasi untuk publik. Bilamana pimpinan DPR dan Panja Baleg Omnibus Law RUU Cipta Kerja tidak mengumumkan secara terbuka jadwa-jadwal rapat atau sidang pembahasan RUU tsb, KSPI segera akan mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap pimpinan DPR dan Panja Baleg,” tegas Said Iqbal.
Lebih lanjut, KSPI menegaskan agar omnibus law dihentikan pembahasannya. Selanjutnya, DPR bersama pemerintah fokus pada strategi pencegahan darurat PHK yang mengancam jutaan buruh. KSPI menilai, sampai saat ini belum melihat ada roadmap (peta jalan) dari Menteri Ketenagakerjaan dan Menko Perekonomian terkait strategi untuk mencegah darurat PHK massal akibat covid-19.
Adapun permasalahan mendasar yang ditolak KSPI dari omnibus law yang merugikan buruh dan rakyat kecil adalah menghapus upah minimum yaitu UMK dan UMSK dan memberlakukan upah pe rjam di bawah upah minimum, mengurangi nilai pesangon dengan menghilangkan uang penggantian hak dan mengurangi uang penghargaan masa kerja, penggunaan buruh outsorcing dan buruh kontrak seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan, waktu kerja yang eksploitatif dan menghapus beberapa jenis hak cuti buruh serta menghapus hak upah saat cuti, mempermudah masuknya TKA buruh kasar di Indonesia tanpa izin tertulis menteri, mereduksi jaminan kesehatan dan pensiun buruh dengan sistem outsourcing seumur hidup, mudahnya PHK sewenang wenang tanpa izin pengadilan perburuhan, menghapus beberapa hak perlindungan bagi pekerja perempuan, dan hilangnya beberapa sanksi pidana untuk pengusaha ketika tidak membayar upah minimum dan hak buruh lainnya.
“Setiap kali ada pembahasan omnibus law, setiap kali itu juga akan kita jadikan panggung perlawanan,” tegasnya.