Surabaya,KPonline – Dengan semangat Hari Pahlawan pada tanggal 10 November 2021, buruh kembali turun ke jalan untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat.
Kali ini demo dilakukan sekitar 500 (lima ratus) orang buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Provinsi Jawa Timur yang dipusatkan di Kantor Gubernur Jawa Timur. Massa aksi tersebut dari berbagai Kabupaten/Kota di Jawa Timur yaitu Kota Surabaya, Kab. Gresik, Kab. Sidoarjo, Kab./Kota Mojokerto, Kab./Kota Pasuruan, Kab. Tuban, Kab. Probolinggo, Kab. Jember, dll.
Massa aksi berangkat dari Kab./Kota masing-masing untuk bertemu di titik kumpul utama di Jl. Frontage Sisi Barat Ahmad Yani (depan Royal Plaza) untuk kemudian bergerak bersama menuju Kantor Gubernur Jawa Timur, diperkirakan massa aksi sampai di Kantor Gubernur Jawa Timur, Jl. Pahlawan 110 Surabaya sekitar pukul 12. 00 WIB.
Isu yang diusung dalam aksi demonstrasi Nasional kali ini yaitu:
1. Tolak Omnibus Law (UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja), dengan mendesak Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan Judicial Review yang diajukan FSPMI.
2. Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di dalam perusahaan tanpa menggunakan Omnibus Law (UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja).
3. Tetap berlakukan Upah Minimum Sektoral Kab./Kota (UMSK) tahun 2022 di Jawa Timur.
Selain 3 isu nasional tersebut, khusus di Jawa Timur kami mendesak Gubernur Khofifah Indarparawansa untuk:
1. Tetapkan Upah Minimum Sektora Kabupaten (UMSK) Mojokerto tahun 2021.
2. Wujudkan upah layak dan berkeadilan di Jawa Timur.
3. Tetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur tahun 2022 sebesar Rp. 3,4 juta.
Angka Rp. 3,4 juta ini didapat dari data yang disajikan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk dijadikan parameter pengali kenaikan UMP Jawa Timur tahun 2022.
4. Gubernur Jawa Timur harus mengevaluasi kinerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur khususnya bidang Pengawas Ketenagakerjaa.
Selain isu ketenagakerjaan, buruh juga turut bersolidasitas terhadap kesejahteraan nelayan dengan turut menyuarakan penolakan terhadap PP No. 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI.
Pasalnya PP 85/2021 tersebut sangat merugikan masyarakat, pelaku dan pekerja bidang kelautan dan industri perikanan. Nelayan tradisional menjerit dengan besaran tarif PNBP pada jenis kapal ikan dengan kapasitas antara 5 Gross Ton (GT) hingga 1.000 GT. Belum lagi perpanjangan perizinan dan dokumen kapal di sejumlah instansi masih terkesan lamban.
Kapal jenis 5 GT hingga 1000 GT, biasa dikenakan PNBP bervariasi minimal sekitar Rp 20 juta sampai Rp 30 juta per tahun. Untuk itu kaum buruh juga menyuarakan penolakan PP No 85 Tahun 2021 tersebut lantaran memberatkan dan merugikan masyarakat kecil hingga nelayan teradisional.