Jakarta, KPonline – Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Ramidi memberitahu saya, jika Mahkamah Konstitusi mengagendakan persidangan lanjutan terkait UU Cipta Kerja (omnibus law) pada hari Senin, tanggal 18 Januari 2021.
Ia meminta saya untuk mempersiapkan “pengawalan” terhadap persidangan tersebut. Pengawalan yang dimaksud dilakukan dengan menggelar aksi lapangan dan aksi virtual.
Terkait dengan aksi lapangan dan virtual ini, saya pernah menuliskannya dalam artikel berjudul Mencari Cara untuk Terus Bersuara. Setidaknya untuk saat ini, aksi seperti ini adalah cara terbaik yang bisa kita lakukan.
Bagi gerakan buruh, setiap persidangan dilakukan, setiap kali itu juga akan dijadikan panggung perlawanan. Kita tidak sekedar menyerahkan perkara ini ke Majelis Hakim. Kaum buruh harus ikut ambil bagian untuk memastikan agar persidangan ini berjalan adil.
Apalagi kita tahu, omnibus law adalah isu yang menjadi perhatian serius kaum buruh. Di mana pun mereka berada.
Mendengar Keterangan DPR dan Presiden
Adapun agenda persidangan tanggal 18 Januari nanti adalah mendengarkan Keterangan DPR dan Presiden. Ini penting untuk kita perhatikan. Apa sesungguhnya yang ada di dalam pikiran DPR dan Presiden yang sudah mengesahkan UU Cipta Kerja.
Sesuatu yang, sebenarnya, sudah bisa kita kira-kira apa isinya. Kemungkinan tidak jauh-jauh dari penjelasan, bahwa omnibus law adalah solusi bagi perekonomian negeri. Bahwa UU Cipta Kerja dibuat untuk mensejahterakan kaum buruh.
Berbeda dengan serikat buruh yang menyoroti dari sisi negatif, DPR dan Presiden tentu akan menyampaikan dari sisi sebaliknya. Bahwa beleid ini akan berdampak positif.
Tetapi di persis di situlah titik persoalan kita. Bahwa apakah yang indah-indah itu tercermin di dalam pasal-pasal yang ada di dalam UU Cipta Kerja. Lebih konkret lagi, apakah UU Cipta Kerja lebih baik dari UU eksisting atau justru lebih buruk.
Serikat buruh sudah menegaskan, bahwa kualitas UU Cipta Kerja lebih buruk — setidaknya jika dibandingkan dengan UU Ketenagakerjaan. KSPI, misalnya, menyebut ada 12 isu, di mana buruh dirugikan akibat hadirnya omnibus law.
Adapun kedua belas isu itu menyangkut hal-hal terkait dengan Lembaga Pelatihan Kerja, Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja. Tenaga Kerja Asing, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT, Pekerja Alih Daya/Outsourcing, Waktu Kerja, Cuti, Upah dan Upah Minimum, Pemutusan Hubungan Kerja/PHK, Pesangon, Penghapusan Sanksi Pidana, dan Jaminan Sosial.
Gelorakan Kembali Penolakan terhadap Omnibus Law
Seperti yang disampaikan Presiden KSPI Said Iqbal, serikat buruh harus menjadi benteng terakhir untuk memastikan agar hak-hak kaum buruh tidak dirampas. Karenanya, perjuangan untuk membatalkan UU Cipta Kerja harus berlanjut. Termasuk saat sidang tanggal 18 Januari nanti.
Mengingat saat ini masih pandemi, aksi yang dilakukan harus sesuai dengan protokol kesehatan. Dalam kaitan dengan itu, kita masih akan mengkombinasikan aksi lapangan dan aksi virtual.
Aksi lapangan tetap dilakukan, tetapi dengan jumlah yang terbatas. Tetapi secara bersamaan, buruh yang tidak turun ke jalan, melakukan aksi secara virtual.
Kita tak akan pernah menyerah. Mari bersiap kembali…