Medan, KPonline – DPW FSPMI Sumatera Utara bereaksi atas beredarnya kabar jika Apindo dan KSPI Sumatera Utara sepakat jika dalam sementara waktu upah buruh dibayar sesuai dengan PP 78/2015, naik sebesar 8,25%, selama proses gugatan PTUN terhadap UMK Medan berlangsung. Padahal, Gubernur Sumater Utara sudah memutuskan kenaikan UMK Medan sebesar 11,34%.
“Maaf, anda tidak mewakili seluruh buruh Sumut,” tulis DPW FSPMI Sumatera Utara di halaman resminya.
FSPMI berpandangan, selama proses gugatan berlangsung, maka yang berlaku adalah UMK Medan tahun 2017 yang kenaikannya sebesar 11,34% hingga adanya kekuatan hukum yang bersifat tetap. Oleh karena itu, pengusaha tidak boleh membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Jika ada pengusaha tidak menaikan UMK Medan sesuai SK Gubernur Sumatera Utara, FSPMI tidak segan untuk menempuh jalur hukum, yakni Pidana Ketenagakerjaan sesuai Pasal 90 Jo 185 UU No 13 Tahun 2003. Pasalnya, SK Gubernur Sumatera Utara terkait upah minimum tersebut sudah berlaku per 1 Januari 2017.
“Pengusaha yang membayar upah buruh di bawah upah minimum yang sudah di tetapkan, maka dapat dipidana penjara 1 – 4 tahun penjara , dan/atau denda 100 juta hingga 400 juta rupiah.”
Terkait dengan itu, FSPMI Sumatera Utara akan melakukan aksi unjuk rasa pada tanggal 29 Desember 2016, dengan tujuan Kantor PTUN Medan, Kantor Guberbur Sumatera Utara, dan Kantor Walikota Medan.
Sementara itu, aktivis FSPMI Tony Rickson Silalahi berpandangan, sebagai kota terbesar nomor 3 di Indonesia, upah minimum Kota Medan tahun 2016 yang hanya sebesar Rp. 2.271.550,- dianggap belum layak.
“Sudah sangat ketinggalan jauh jika dibandingkan dengan upah minimum di Karawang, Bekasi, Jakarta, Surabaya, Batam, dan kota-kota industri lainnya di Indonesia,” katanya. Oleh karena, menurutnya, sangat wajar untuk mengejar ketertinggalan upah minimum dari kota-kota besar yang lain, Gubernur Provinsi Sumatera Utara menetapkan kenaikan upah minimum Kota Medan tahun 2017 sebesar 11,30%.
“FSPMI akan mengawal keputusan ini,” tegasnya. (*)