SPDT FSPMI Tanggapi Penghentian Operasional Driver Ojek Online di Batam

SPDT FSPMI Tanggapi Penghentian Operasional Driver Ojek Online di Batam
Driver ojek online 'yang tergabung dalam organisasi FSPMI melakukan aksi unjuk rasa di Kementerian Perhubungan.

Batam, KPonline – Penghentian operasional ojek online di Batam mengundang reaksi beragam. Bagaimanapun, ada sekitar dua ribu driver ojek online yang kehilangan mata pencaharian akibat kebijakan tersebut. Catat, dua ribu orang. Jumlah yang tidak sedikit.

Terlebih lagi, penghentian operasional dilakukan per tanggal 1 Juni 2017. Dilakukan pada saat bulan Ramadhan dan menjelang hari raya, sehingga makin membuat para driver sengsara. Kita tahu, di bulan-bulan ini, kebutuhan ekonomi masyarakat sedang tinggi. Masyarakat berharap bisa merayakan kebahagiaan di hari kemenangan. Tetapi untuk para driver ojek online di Batam, justru kado pahit yang didapatkan.

Bacaan Lainnya

Pernyataan Walikota Batam yang dengan enteng memberi solusi agar mereka kembali ke pangkalan bukanlah jawaban. Jika pangkalan adalah jawaban, mustinya sejak dulu ojek online tidak laku. Tidak perlu ada protes dari ojek pangkalan yang mengeluh berkurang penghasilannya. Tetapi fakta yang terjadi justru sebaliknya. Kini masyarakat mulai beralih ke ojek online. Itu artinya, ojek online menjawab permasalahan kekinian.

Pemerintah Kota Batam beralasan, ojek online di Batam tak memiliki izin lokal. Selain itu, Dinas Perhubungan Kota Batam juga menyebut, belum ada aturan khusus yang mengatur mengenai transportasi online roda dua tersebut.

Untuk itu kita bertanya, apakah di Batam ada aturan khusus yang mengatur ojek pangkalan? Toh mereka dibolehkan. Dan asal tahu, seringkali mereka memungut tarif lebih mahal jika dibandingkan dengan ojek online.

Para driver ojek online dari berbagai aplikasi saat melakukan aksi unjuk rasa bersama-sama dengan FSPMI.

Tentu saja, saya tidak bermaksud mempertentangkan antara ojek pangkalan dan ojek online. Keduanya harus dijaga dan dilindungi. Biarkan konsumen yang akan menentukan untuk memilih mana. Bukan ada kata pepatah, pembeli ibarat raja. Suka-suka yang mau pakai.

Mengapa tidak diarahkan para ojek pangkalan itu untuk mendaftar ke ojek online? Begitu pun sebaliknya, ojek online boleh mangkal di pangkalan. Bukannya malah membuat larangan.

Soal belum aturan, tinggal dibuat. Permasalahan administrasi yang katanya belum ada, tinggal dilengkapi. Meminjam kalimat Gus Dur, gitu saja kok repot.

Menarik untuk mencermati bagaimana bermanfaatnya ojek online bagi masyarakat. Ami, contohnya. Sebagaimana diberitakan media massa di Batam, salah salah seorang pelanggan ojek online ini mengaku selama menggunakan layanan jasa Gojek ia bisa mengirit pengeluaran untuk transportasinya ke tempat kerja.

Sebelum ada gojek, setiap berangkat kerja dari Batam Centre menuju Batuampar, sekali jalan ia merogoh kocek Rp25 ribu. Jika pergi pulang (PP) habis Rp50 ribu. Pengeluaran ini jika ditotal dalam sebulan maka Rp1,5 juta.

“Setengah dari gaji saya habis untuk bayar ojek saja,” ujarnya.

Ami pun membandingkan pengeluarannya saat menggunakan Gojek. Untuk rute yang sama sekali jalan hanya Rp19 ribu. Jika menggunakan Gopay lebih murah yakni Rp12 ribu. Jika pulang pergi maka Rp24 ribu sehingga sebulan hanya Rp.720 ribu.

Tentu saja, Ami merasa diuntungkan dengan adanya kebijakan ini.

Pengemudi ojek online yang tergabung dalam SPDT FSPMI melakukan aksi di Kemenhub dan Istana Negara.

Menanggapi polemik ojek online di Batam, Sekretaris Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Dirgantara dan Transportasi Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (PP SPDT FSPMI) Rusli, memprotes keras penghentian operasional ojek online di Batam. Menurutnya, Pemko Batam tidak peka. Jika yang bermasalah adalah pemilik aplikasinya, jangan menghukum para driver yang tidak tahu apa-apa soal itu.

SPDT adalah salah satu serikat pekerja anggota FSPMI. Sebagaimana diketahui, tingkat nasional, FSPMI berafiliasi dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Dukungan yang diberikan SPDT FSPMI terhadap permasalahan driver ojek online menjadi penting. Ini semacam pesan, bahwa permasalahan ojek online bukan hanya permasalahan dalam lingkup lokal di Batam. Tetapi menjadi perhatian nasional.

Rusli yang saat ini masih aktif menjadi driver ojek onlie di Jakarta ini mengatakan, FSPMI siap memberikan bantuan dan akan ikut memperjuangkan para driver online, khususnya di Batam. Terlebih lagi, sebagian driver ojek online juga menjadi anggota FSPMI.

“Setiap orang berhak mendapatkan pekerjaan. Kebijakan Pemko Batam justru menyebabkan pengangguran. Sesuatu yang kontradiktif, disaat pengangguran masih tinggi,” katanya.

Dalam waktu dekat, Rusli mengatakan Pimpinan Pusat SPDT FSPMI akan berkunjung ke Batam untuk berkoordinasi dengan driver ojek di daerah tersebut guna merumuskan langkah-langkah lebih lanjut. Bagaimanapun, berjuang bersama-sama selalu lebih baik dibandingkan dengan berjuang sendirian.

Pos terkait