Bekasi, KPonline – Hari Minggu identik dengan hari untuk beristirahat. Waktu buat keluarga dan bersosialisasi dengan masyarakat. Sebagian pekerja bahkan masih saja bekerja lembur. Tetapi tidak dengan pekerja Bekasi anggota FSPMI ini. Mereka mengisi kegiatan hari Minggunya dengan belajar dan diskusi.
Hal ini, misalnya, seperti yang dilakukan oleh Serikat Pekerja Elektronik Elektrik Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE FSPMI) Bekasi. Mereka melakukan diskusi dan bedah upah bertempat di ruang meeting PUK SPEE FSPMI PT. Omron Manufacturing of Indonesia yang beralamat di Kawasan EJIP Plot 5C, Cikarang Selatan, Bekasi 17550.
Para peserta nampak bersemangat mengikuti diskusi yang mengusung tema “Diskusi Strategi Upah Minimum 2019 dan Rapergub tentang Penetapan dan Pelaksanaan Upah Minimum serta Bedah Struktur Skala Upah Perusahaan Manufaktur.”
Diskusi di pandu oleh pengurus Pimpinan Cabang SPEE FSPMI Bekasi Bidang Pengupahan, Aep Risnandar. Adapun narasumber dalam diskusi ini adalah Sekretaris PC SPEE FSPMI Kab/Kota Bekasi, Slamet Bambang W.
Diskusi diawali dengan memaparkan disparitas upah minimum diantara PUK-PUK sektor Elektronik Elektrik. Bahkan, akibat kebijakan PP 78/2015, ada beberapa PUK yang mengalami penurunan sektor.
Setelah itu, dilanjutkan dengan pembahasan Rapergub tentang Penetapan dan Pelaksanaan Upah Minimum. Banyak peserta yang baru mengetahui keberadaan Rapergub ini dan siap mengawal dan membatalkan Rapergub yang secara tersirat akan merugikan para pekerja.
Seperti yang tercermin dalam beberapa pasal berikut:
Pasal 6 ayat 6: “Dalam hal salah satu unsur sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak bersedia membubuhkan tanda tangan dalam Berita Acara, maka sekurang-kurangnya ditandatangani oleh Ketua/Wakil Ketua dan Sekretaris Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.” Artinya ketika DPK unsur SP melakukan Walkout dan tidak mau menandatangani Berita Acara,Upah Minimum tetap sah dengan cukup ditandatangani oleh Ketua DPK.
Pasal 9 ayat 4: “Dalam hal belum terbentuk Asosiasi Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka pengusaha atau pengambil keputusan pada Perusahaan dapat mewakilkan kepada Asosiasi Pengusaha Indonesia Daerah Kabupaten/Kota untuk melakukan perundingan dengan memberikan surat kuasa/surat mandat secara tertulis”.
Pasal 9 ayat 13: “Dalam hal tidak tercapai kesepakatan bersama mengenai Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota antara asosiasi pengusaha dan serikat pekerja pada sektor yang bersangkutan maka upah minimum kavupaten/kita tidak dapat di usulkan”.
Pasal 9 ayat 15: ” Upah minimum Sektoral Kabupaten/Kota ditetapkan dan diumumkan oleh Gubernur selambat-lambatnya pada akhir Februari serta berlaku sejak tanggal ditetapkan”
Dan masih banyak lagi pasal-pasal yang berpotensi merugikan kaum buruh/pekerja.
Mendengar informasi di atas peserta diskusi tambang semangat untuk melakukan perlawanan upah minimum kedepan.
Diskusi selesai pukul 12.15 wib dan dilanjut dengan istrihat, makan, dan sholat. Di sesi kedua, peserta membedah struktur skala upah perusahaan manufaktur dengan sila tunggal yang di pandu oleh Aep Risnandar.
Pada kesempatan kali ini PUK SPEE FSPMI PT Omron diberi kesempatan untuk menyampaikan strategi perundingannya sehingga berhasil naik upah di atas PP 78/2015. Qoirul dan Rulli mewakili PUK SPEE FSPMI PT Omron memaparkan strategi tersebut.
Dalam diskusi ini, nampak hadir Adi Jati (Bidang Advokasi) dan Timbul (Ketua PUK SPEE FSPMI PT Omron). Sedangkan dari Tim Upah KC FSPMI yang hadir adalah Mujito dan Dwi.
Dari hasil diskusi dan bedah upah ini didapat beberapa rekomendasi yang akan disampaikan ke Konsulat Cabang FSPMI Bekasi yang nantinya akan diteruskan ke Dewan Pengupahan Provinsi dan Kabupaten/Kota dari FSPMI untuk ditindak lanjuti.