Pelalawan, KPonline – Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riau terus memperkuat langkahnya dalam mengawal proses penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) untuk tahun 2025. Dengan situasi ekonomi yang beragam dan tekanan dari berbagai pihak, FSPMI Riau berkomitmen memastikan keputusan upah yang diambil Dewan Pengupahan benar-benar mencerminkan kesejahteraan pekerja. Selasa (10/12/24)
Ketua FSPMI Riau, Satria Putra. menjelaskan bahwa perjuangan tahun ini lebih menantang karena inflasi dan kenaikan harga bahan pokok memberikan tekanan besar pada daya beli pekerja. “Kami tidak akan tinggal diam. Semua data, strategi, dan solidaritas akan kami optimalkan untuk memastikan hak pekerja tidak dirugikan,” ujar Satria saat jumpa pers di Kantor DPW FSPMI Riau, Jalan Mesjid Raya, No. 16. Pangkalan Kerinci Kota, Kabupaten Pelalawan Senin (9/12/24).
Pendekatan Komprehensif FSPMI Riau
1.Pengumpulan Data Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
FSPMI Riau membentuk tim khusus untuk melakukan survei kebutuhan hidup layak di 12 kabupaten/kota di Riau. Data ini mencakup komponen biaya makan, transportasi, pendidikan, kesehatan, hingga kebutuhan rekreasi minimal pekerja.
“Data ini menjadi senjata kami saat negosiasi. Kami ingin memastikan UMP, UMSP, UMK, dan UMSK mencerminkan realitas kebutuhan pekerja di lapangan,” tambah Satria.
2.Konsolidasi dengan Serikat Pekerja Lainnya
FSPMI Riau aktif membangun sinergi dengan serikat pekerja lain seperti KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) dan elemen buruh lokal untuk memperkuat posisi tawar. Melalui pertemuan rutin, mereka menyusun peta jalan perjuangan yang melibatkan berbagai sektor, seperti industri manufaktur, jasa, dan agribisnis.
3.Tekanan Moral Melalui Aksi Massa
Untuk memastikan suara pekerja terdengar, FSPMI Riau telah menggelar aksi unjuk rasa damai di depan Kantor Gubernur Riau dan beberapa kantor bupati. Aksi ini diikuti ribuan anggota serikat pekerja yang membawa tuntutan kenaikan upah sebesar 10% dari UMP tahun sebelumnya.
4.Negosiasi Berbasis Data dan Fakta Ekonomi
Dalam setiap rapat Dewan Pengupahan, FSPMI membawa argumen berbasis data inflasi daerah, pertumbuhan ekonomi, dan daya beli pekerja. “Kami juga menantang argumen pengusaha yang sering kali membesar-besarkan beban biaya tanpa memberikan bukti konkret,” jelas Satria.
5. Monitoring dan Evaluasi Implementasi
Setelah penetapan, FSPMI Riau berencana membentuk tim pengawas independen untuk memastikan perusahaan mematuhi upah minimum yang telah ditetapkan. Mereka juga menyiapkan layanan pengaduan bagi pekerja yang menghadapi pelanggaran.
Tantangan yang Dihadapi
Meski strategi telah disusun matang, FSPMI menghadapi sejumlah kendala, termasuk:
– Resistensi dari Asosiasi Pengusaha
Sebagian besar pengusaha di Riau menolak kenaikan upah dengan alasan kondisi ekonomi global yang tidak stabil dan ancaman perlambatan ekonomi.
– Minimnya Dukungan Pemerintah Daerah
Beberapa pemerintah daerah dianggap tidak proaktif dalam mendukung aspirasi pekerja. FSPMI menilai pemerintah harus lebih berani mengambil sikap tegas demi kesejahteraan buruh.
– Tekanan Waktu Penetapan
Proses pembahasan yang sering berjalan alot menjelang akhir tahun menjadi tantangan tersendiri untuk mencapai kesepakatan.
Harapan untuk Tahun 2025
FSPMI Riau optimis bahwa perjuangan kolektif ini akan menghasilkan keputusan yang mencerminkan keadilan. “Kami berharap Dewan Pengupahan bisa mengambil keputusan yang berimbang, mempertimbangkan hak-hak pekerja sekaligus menjaga kelangsungan usaha,” ujar Satria.
Penetapan UMP, UMSP, UMK, dan UMSK untuk wilayah Riau dijadwalkan selesai pada pertengahan Desember 2024. Serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah diharapkan dapat menyepakati keputusan terbaik untuk
Berita ini ditulis untuk memberikan pemahaman menyeluruh tentang perjuangan pekerja dalam mengawal kebijakan pengupahan di Indonesia.
Penulis : Heri