Surabaya, KPonline – Masalah administrasi kependudukan, rujukan berjenjang, ketersediaan ruang perawatan, tidak proposionalnya ICU/PICU/NICU, Cek aktifasi kartu, digitalisasi sistem, penambahan biaya/denda adalah sebagian contoh kendala harian yang dihadapi peserta JKN dalam mengakses layanan kesehatan.
Kondisi dan situasi tersebut, bagi kelompok masyarakat miskin yang bekerja secara informal, berpendidikan rendah atau yang tidak memahami alur sistem JKN, tentu sangat merepotkan, membingungkan sekaligus beban. Tak pelak, segelintir oknum seringkali memanfaatkannya untuk mengeruk keuntungan.
Terhambat dan tidak terlayaninya kebutuhan peserta JKN dalam mendapatkan layanan kesehatan secara prima dan paripurna, memunculkan para relawan (navigator) untuk membantu, menjembatani dan mengedukasi peserta JKN dalam mengakses layanan kesehatan sesuai manfaatnya.
Adapun program-program bantuan layanan dan kanal pengaduan seperti Care Center 1-500-400, Mobile JKN, BPJS Satu, dan Lapor.go.id selain belum tersosialisasi dan terkoordinir dengan baik, dipandang peserta belum efektif dan efisien menyelesaikan permasalahan dilapangan.
Bertumpu pada pemahaman tersebut, Rabu (08/06/2021), Synergy Policies dengan dukungan dari Alliance for Health Policy and System Research, Badan Kesehatan Dunia (WHO), memaparkan hasil penelitian mengapa masih dibutuhkannya relawan (navigator) dalam mengakses program JKN.
Study penelitian yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif ini, sedikitnya melibatkan 93 nara sumber, untuk bahan studi kasus. Beberapa kelompok-kelompok navigator yang tersebar di 8 Kabupaten/Kota di 4 Provinsi di Indonesia, dijadikan obyek penelitian yaitu dari Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Karawang, Bekasi, Mojokerto dan Manado.
Kelompok navigator adalah relawan non-pemerintah dari berbagai unsur serikat pekerja, tokoh masyarakat dan peserta JKN yang peduli. Kelompok navigator seperti BPJS Watch, Jamkeswatch, Posko JKN-KIS, KSBSI dan Swara Parangpuan.
Hadir sebagai penanggap dalam webinar menggunakan aplikasi zoom tersebut diantaranya, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Budi Hidayat, Staf Ahli Bidang Politik & Hukum Kemenpan-RB Dr. Drs. Muhammad Imanuddin, S.H., M.Si., dan Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Ir. David Bangun, M.Eng IPU Asean Eng,.
Dinna Prapto Raharja, ketua tim peneliti, menyatakan, “Dengan adanya inisiatif navigator, berarti sistem pelayanan JKN baik digital atau konvensional yang telah dijalankan oleh BPJS Kesehatan dan Pemerintah Pusat belum secara merata mengakselerasi responsivitas otoritas JKN di berbagai daerah. Jadi masalah JKN jangan melulu masalah keuangan dan defisit. Akuntabilitas akan jaminan layanan JKN penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat pada JKN dan menunjang keberlangsungan JKN.”
Oleh sebab itu, Synergy Policies dalam studi ini merekomendasikan :
1. Reformasi sistem layanan penunjang akses manfaat JKN agar memberdayakan masyarakat dan memberikan kepastian manfaat,
2. Pembaharuan struktur hubungan BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan,
3. Percepatan pembersihan data warga dalam Dukcapil,
4. Transparansi daftar peserta JKN bersubsidi oleh Kementerian Sosial,
5. Penyederhaan penanganan keluhan peserta JKN agar meskipun dalam kondisi darurat pun, dapat menikmati jalur layanan yang andal,
6. Sanksi tegas pada instansi pemerintah maupun pelayanan kesehatan publik dan swasta yang gagal memberikan layanan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan pasien JKN,
7. Otoritas JKN mengembangkan forum interaksi antara pemerintah dan navigator untuk membahas masukan masyarakat dan memperbaiki sistem layanan JKN,
8. Navigator melakukan konsolidasi nasional demi penguatan advokasi kebijakan, dan
9. Navigator berkolaborasi dengan pakar/universitas untuk melakukan pencatatan kasus yang lebih baik sehingga menjadi basis yang lebih kuat untuk advokasi kebijakan.
Prof. Budi Hidayat mewakili akademisi menyatakan, “Ini domain studi yang belum pernah dikerjakan namun sangat relevan bagi JKN. BPJS Kesehatan punya tugas untuk memastikan masyarakat mendapatkan layanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya. Kecenderungan pasar kesehatan adalah memiliki asimetri informasi antara pasien dengan fasilitas kesehatan sehingga peserta cenderung tidak tahu layanan apa yang tepat dan sesuai untuk kebutuhan medisnya. Navigator itu membantu mengurangi asimetri informasi tersebut.”
Perwakilan BPJS Kesehatan Ir. David Bangun, M.Eng IPU Asean Eng menyampaikan, “Kualitas layanan kesehatan saat ini prioritas nomor satu di BPJS Kesehatan. Sehingga masukan studi ini sejalan dengan kemauan BPJS mendengar dan mencari solusi perbaikan layanan kesehatan.”
Tak kalah pentingnya, Kemenpan RB melalui Dr. Drs. Muhammad Imanuddin, S.H., M.Si. memberikan masukan, “Hasil penelitian ini penting untuk menjadi bahan perbaikan layanan publik. Saat ini sedang digodok mekanisme pengaduan dan pemberian ganti rugi bagi masyarakat yang dirugikan oleh pemberi layanan publik. Harapannya, masyarakat yang dirugikan bisa mendapat ganti rugi.”
Tanggapan juga muncul dari Roni Febrianto, Vice Presiden bidang Jaminan Sosial Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang membawahi Jamkeswatch.
“Dari pemaparan hasil penelitian ini, penyempurnaan sistem JKN perlu ditindaklanjuti oleh pemangku kepentingan, untuk itu kami memastikan relawan Jamkeswatch tetap hadir dan akan terus memberikan advokasi maupun edukasi ke masyarakat.” Ujar Roni yang juga mantan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan.
Melalui Roni, FSPMI dan Jamkeswatch memberikan masukan berupa :
1. Komunikasi berkelanjutan dengan Navigator ditingkat Wilayah maupun Cabang.
2. Percepatan Mobile JKN yang efektif dan efisien sebagai saluran keluhan peserta.
3. Melibatkan Navigator pada saat ada perubahan aturan teknis agar ada masukan dari publik dan sebagai bentuk transparansi.
4. Memastikan pelaksanan Peralihan Peserta PPU BU jadi PBI karna kasus PHK berjalan sejalan di semua kantor cabang serta berkoordinasi dengan pihak pemberi kerja dan atau Pemda setempat.
Seluruh peserta maupun pihak terkait yang mengikuti webinar sepakat, untuk menindaklanjuti rekomendasi penelitian ini agar ada langkah konkret menuju perbaikan pelayanan dan sistem JKN.
Tim Peneliti dari Synergy Policies terdiri dari Dinna Prapto Raharja, Retna Hanani dan Fransiscus S. Joyoadisumarta.
Ipang Sugiasmoro