Bekasi,KPonline – Penetapan Upah Minimum berdasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Redaksi tersebut tercantum dalam empat aturan hukum yaitu:
1. Pasal 88 ayat 4 Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. Pasal 1 Permenakertrans No. 21 tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak
3. Pasal 3 Permenakertrans No.7 tahun 2013 tentang Upah Minimum
4. Pasal 44 Peraturan Pemerintah No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan
Namun faktanya, sampai tulisan ini dibuat belum ada gelagat Dewan Pengupahan di Provinsi Jawa Barat melakukan Survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Hal inilah yang memicu kawan-kawan buruh di Bekasi melakukan survey KHL.
Survey pertama dilakukan pada tanggal 25 Agustus 2018 dan survey kedua dilakukan Hari Kamis (13/09/2018) dan Hari Sabtu (15/09/2018) di empat pasar yang sering dikunjungi oleh para pekerja di Bekasi yaitu Pasar Tambun,Pasar Cikarang, Pasar Central Lippo dan Pasar Serang.
Ada perubahan yang signifikan pasca menguatnya dolar di posisi Rp.14.845,-(20/09/2018). Meskipun beberapa pengamat ekonomi mengatakan belum ada dampak signifikan kenaikan dolar terhadap harga sembako.
Tapi aktualnya berbicara lain di empat pasar yang kawan buruh Bekasi survey, ada kenaikan rata-rata 22,4% dari hasil survey KHL di bulan Agustus di bandingkan dengan bulan September 2018 ,ini perbandingan hasil dua kali survey :
NO PASAR SURVEY 25/8/18 SURVEY 15/9/18 KENAIKAN %
1. Pasar Tambun pada 25 Agustus Rp. 4.815.000,- dan 15 September menjadi Rp. 5.065.529, naik sebesar Rp. 250.529 atau 5,2%.
2. Pasar Cikarang pada 25 Agustus Rp. 4.453.047 dan 15 September menjadi Rp. 5.406.447 naik sebesar Rp. 953.400 atau 21,4%
3. Pasar Central Lippo pada 25 September Rp. 4.251.000 dan 15 September menjadi Rp. 5.743.166 naik Rp. 1.492.166 atau 35,1%
4. Pasar Serang pada 25 Agustus Rp. 4.248.251 dan 15 September menjadi Rp. 5.432.866 naik sebesar Rp. 1.184.615 atau 27,9%
Sehingga rata-rata hasil survey 25 Agustus adalah Rp. 4.441.825 sedangkan pada 15 September Rp. 5.412.002. Naik Rp. 970.178 atau 22,4%. Dengan demikian, dari 2 kali surbey, nilainya adalah Rp. 4.926.913,-
Berbeda dengan pendapat pengamat ekonomi kebanyakan, Amir Machfouz menyampaikan bahwa hasil survey pasar di kab. Bekasi yang dilakukan oleh tim survey FSPMI kab./kota Bekasi menghasilkan angka KHL yang seperti dilaporkan oleh tim survey rata-rata sebesar Rp. 4.926.913.
Sedangkan UMK 2018 di kab.Bekasi sebesar Rp.3.837.939,- berarti selama 2018 ini UMK nombok terhadap KHL (hasil survey).
Angka survey pasar ini akan dijadikan rujukan untuk UMK 2019 di kab.Bekasi. Bila tidak, berarti pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak tidak tercapai.
Lebih lanjut menurut Sekretaris KC FSPMI Bekasi ini, angka ini di sinyalir akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, yang mempengaruhi pada naiknya harga-harga barang di pasaran.
Tidak hanya barang-barang seperti elektronik ataupun kendaraan, tetapi juga berimbas pada harga kebutuhan bahan pokok.
Karena penguatan dollar AS tersebut, mendorong kenaikan harga bahan pangan impor yang dilakukan.Efek domino dari mahalnya bahan baku plus jasa angkutan impor, membuat harga merangkak naik.
Terlebih saat ini Indonesia masih melakukan impor beberapa bahan pangan, seperti gandum, kedelai, hingga jagung. Seperti komoditas jagung, banyak yang dijadikan bahan baku bahan pangan, hingga pakan ternak. Dengan pelemahan nilai tukar rupiah, akan menaikkan harga-harga makanan jadi.
“Kalau pakan ternak naik, harga ayam, daging ayam, telur ayam ikut naik. Kalau harga gandum naik, dampaknya ke kenaikan harga mie, roti. Sedangkan kedelai naik, imbasnya ke harga tahu dan tempe naik.Hampir semua komoditi yang diimpor pasti berpengaruh dari pelemahan Rupiah. Mau tidak mau, terjadilah penyesuaian yakni kenaikan harga” papar Amier Machfouz saat ditemui di Kantor KC FSPMI Bekasi.
Melihat data aktual hasil surevey di atas,tim survey KC FSPMI Bekasi berharap semua Dewan Pengupahan di Jawa Barat terutama dari Unsur Serikat Pekerja berani dan mau melakukan survey KHL sebagai dasar penetapan upah minimum pada bulan November 2018.
Meskipun disadari perjuangan Upah minimum di Jawa Barat kedepan jauh lebih sulit, selain PP 78/2015 yang mengkebiri hak berunding Dewan Pengupahan juga ada Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 54 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penetapan dan Pelaksanaan Upah Minimum di daerah Provinsi Jawa Barat yang isinya cenderung tidak berpihak kepada kaum buruh di Jawa Barat.
Ini beberapa pasal dalam Pergub No.54 tahun 2018 yang melemahkan posisi Dewan Pengupahan dan Kaum Buruh di Jawa Barat.
1. Pasal 6 ayat 3 : Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota sebagaimana di maksud ayat (1) dihitung berdasarkan formula perhitungan Upah Minimum, sebagai berikut : Umn = Umt + { Umt X (Inflasi t + %∆ PDB t ) }
Note : Penetapan Upah Minimum seharusnya berdasarkan survey KHL
2. Pasal 6 ayat 6 : Dalam hal salah satu unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tidak bersedia membubuhkan tanda tangan dalam Berita Acara, maka sekurang-kurangnya ditandatangani oleh Ketua/Wakil Ketua dan Sekretaris Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.
Note : Meskipun Dewan Pengupahan melakukan Walkout di persidangan,Upah Minimum tetap sah karena cukup ditanda tangani oleh Ketua/Wakil Ketua dan Sekretaris Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.
3. Pasal 9 ayat 4: Dalam hal belum terbentuk Asosiasi Pengusaha, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka Pengusaha atau pengambil keputusan pada Perusahaan dapat mewakilkan kepada Asosiasi Pengusaha Indonesia Daerah Kabupaten/Kota untuk melakukan perundingan, dengan memberikan surat kuasa/surat mandat secara tertulis.
Note : Berpotensi ketika perusahaan tidak membuat surat kuasa,maka yang berlaku UMK bukan UMSK
4. Pasal 9 ayat 13: Dalam hal tidak tercapai kesepakatan bersama mengenai Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota antara Asosiasi Pengusaha dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada sektor yang bersangkutan, maka Upah Minimum Kabupaten/Kota tidak dapat diusulkan
Note : Kalau terjadi dan ini sangat mungkin terjadi dengan di sengaja salah satu pihak tidak sepakat maka UMSK dipastikan tidak bisa ditetapkan alias tidak ada.
5. Pasal 9 ayat 15: Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota ditetapkan dan diumumkan oleh Gubernur selambat-lambatnya pada akhir Februari serta berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Note : UMSK selambat-lambatnya ditetapkan di bulan Februari bertentangan dengan Pasal 8 Permenakertrans No.7 tahun 2013 “Upah Minimum yang ditetapkan oleh gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 berlaku terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya”
Karena itu, FSPMI akan melakukan aksi besar-besaran pada tanggal 27 September 2018 di Gedung Sate, Bandung, untuk menolak Peraturan Gubernur Jawa Barat tersebut.