Purwakarta, KPonline – Sampai saat ini, pemerintah tidak mampu untuk menyelesaikan persoalan minyak goreng kemasan yang harganya selangit. Bahkan, untuk merek-merek ternama masih langka di pasaran dan membuat masyarakat kesulitan.
Terlebih sebentar lagi memasuki bulan puasa (Ramadhan), bukan tidak mungkin harga minyak goreng kembali meroket.
Ditengah tingginya harga minyak goreng kemasan dan kelangkaannya, kaum buruh atau kelas pekerja pasti sangat merasakan imbasnya.
Menanggapi harga minyak goreng terbaru, salah satu warga masyarakat Purwakarta yang berprofesi sebagai buruh atau pekerja, Novi (48 tahun) mengatakan, harga tersebut mencekik masyarakat. Kondisi itu memberatkan warga karena saat ini banyak bahan pokok yang memang rata-rata naik, terlebih sebentar lagi kita akan memasuki bulan puasa.
“Beratlah pasti dengan harga segitu. Harus benar-benar putar otak untuk menghemat pengeluaran sehari-hari. Sudah penghasilan tidak seberapa sebagai pekerja, kini di era pemerintahan sekarang terus dihadapkan dengan kebutuhan hidup yang melonjak naik tajam,” kata Novi.
Secara terpisah namun masih dalam hal yang sama, menurut Ketua Umum Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal kepada Kompas.com mengungkapkan, selama tiga tahun daya beli masyarakat terus menurun hingga 30 persen.
Alasannya, karena selama 3 tahun itu, buruh tidak mengalami kenaikan upah yang signifikan.
“Daya beli masyarakat lagi turun 30 persen, karena 3 tahun berturut-turut upah buruh tidak naik. Dengan demikian, daya beli buruh dan masyarakat kecil itu turun 30 persen,” kata dia melalui keterangan pers virtual, Rabu (23/3/2022).
Karena faktor tersebut, lanjut dia, seharusnya pemerintah tak asal memainkan harga. Terutama harga minyak goreng dalam kemasan yang sempat turun ke Rp 14.000 per liter kini berubah menjadi Rp 20.000an.
“Karena daya beli turun, jadi jangan sekadar main harga naik, harga turun, lihat juga daya belinya. Sudah daya beli turun 30 persen karena upah buruh tidak naik selama 3 tahun masa harga minyak goreng naik,” ucapnya.
“Kami akan serius menuntut minyak goreng dan mengganti Menteri Perdagangan. Walaupun itu hak Presiden Bapak Jokowi untuk mengganti,” sambung Said Iqbal.
Sebagaimana diketahui, pada 22 Maret 2022, elemen buruh bersama petani telah melakukan unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Perdagangan.
Massa aksi tersebut menyerukan tiga tuntutan, yaitu turunkan harga minyak goreng, turunkan harga bahan pokok, dan ganti Menteri Perdagangan.
“Harga minyak goreng Rp 23.900 per liter sangat memberatkan buruh, petani, nelayan, pedagang kaki lima, miskin desa, miskin kota, pengangguran. Bahkan tidak hanya mahal. Tetapi juga langka dan rakyat harus mengantri seperti pengemis,” ucapnya.
Tak Mampunya Pemerintah Atasi masalah ‘Minyak Goreng’ menjadi sebuah pertanyaan.
Mungkinkah Kinerja yang tidak maksimal? Ataukah mungkin pura buta dan pura tuli demi kepentingan rakyat, mendengar dan merasakan kepentingan pengusaha untuk keuntungan pribadi semata?