Jakarta, KPonline – Di era pemerintahan Presiden SBY, perjuangan buruh melawan outsourcing berhasil mendesak Komisi IX DPR RI untuk membuat panitia kerja (Panja) tentang Outsourcing di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perusahaan-perusahaan di lingkungan BUMN dipilih, dengan pemikiran, jika di perusahaan plat merah saja banyak pelanggaran outsourcing, tentu di perusahaan swasta jauh lebih banyak lagi.
Tidak terlalu mengejutkan jika kemudian Panja Outsourcing BUMN menemukan ada banyak pelanggaran. Karena, memang, sejak lama para buruh mengeluhkan sistem kerja yang disebut-sebut sebagai perbudakan modern ini.
Hal ini terbukti, dalam laporannya, Panja Outsourcing BUMN Komisi IX DPR RI memiliki 7 kesimpulan dan 12 rekomendasi.
Kesimpulan Panja OS BUMN
Fakta bahwa telah terjadi pelanggaran hukum ketenagakerjaan di BUMN, bisa dilihat dari kesimpulan Panitia Kerja OS BUMN, sebagai berikut:
Pertama. Praktek outcourcing dilakukan hampir diseluruh perusahaan BUMN di Indonesia. Dimana dalam pelaksaannya banyak terjadi penyimpangan, yang berdampak pada melemahnya posisi tawar para pekerja kontrak dan hak-hak normatif para pekerja terabaikan secara sistematis.
Kedua. Praktek outcourcing lebih banyak merugikan pekerja. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya pekerja utama yang dialihkan menjadi pekerjaan penunjang di BUMN.
Ketiga. Minimnya kehadiran pemerintah dalam setiap pelaksanaan praktek poutcourcing, menyebabkan lemahnya sistem pengawasan ketenagakerjaan, baik secara kuantitas dan kualitas di seliruh Indonesia. Akibatnya banyak ditemui pengawas yang tidak memiliki keberanian untuk melakukan penyidikan terhadap penyelewengan norma hukum pada persoalan praktek penyerahan sebagain pekerjaan kepada pihak lain.
Keempat. Berlarutnya perselisihan hubungan industrial antara pekerja dengan perusahaan salah satu penyebabnya adalah tidak adanya itikad baik dari para direksi. Selama ini direksi memposisikan pekerja kontrak hanya sebagai komoditas, dimana hak-hak mereka dibaikan. Pengabaian ini jelas menyalahi UUD NRI 1945 yang mewajibkan negara untuk memberikan perlindungan bagi seluruh rakyat.
Kelima. Terjadinya benturan terhadap peraturan apa yang dijadikan acuan dalam menghadapi persolana ketenagakerjaan lebih disebabkan karena kurangnya harmoniasasi dan sinkronisasi dengan peraturan induk yaitu UU No. 13 Tahun 2003.
Keenam. Perusahaan BUMN sebagai representasi Negara yang berkewajiban menyediakan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi setiap warga negara, sebagaimana termaktub dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945. Sehingga tanggungjawab BUMN kepada pekerja bukan sebatas contractual semata.
Ketujuh. Para direksi BUMN memiliki tanggungjawab dalam menjalankan roda perusahaan berdasakan Undang-undang. Namun dalam faktanya mereka mengabaikan amanat perundang-undangan terutama persoalan ketenagakerjaan sehingga tuntutan pekerja yang sejauh ini belum juga dipenuhi.
Rekomendasi Panja OS BUMN
Setelah menarik kesimpulan sebagaimana tersebut di atas, kemudian Panja OS BUMN merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
1. Menteri BUMN RI WAJIB melaksanakan REKOMENDASI Panja Outsourcing BUMN KOMISI IX DPR RI sesuai komitmen Meneg BUMN RI yang disampaikan pada Rapat kerja Komisi IX DPR RI dengan Kemenakertrans RI dan Kemeneg BUMN RI tanggal 9 September 2013.
2. Hapuskan praktek penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh (outsourcing) di perusahaan BUMN di seluruh Indonesia.
3. Setiap perusahan BUMN dilarang keras melakukan pelanggaran/penghalangan, intimidasi, dan teror terhadap pekerja yang mengadakan aktivitas berserikat di BUMN (union busting) termasuk pekerja yang melakukan mogok kerja dan aksi massa sesuai Pasal 28 UUD NRI 1945, Pasal 24 dan 39 UU No. 29 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta Pasal 5 ayat (1), Pasal 28 dan 43 UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh.
4. Tidak boleh ada PHK dan hentikan rencana PHK terhadap pekerja/buruh baik yang berstatus PKWT maupun PKWTT.
5. Terhadap semua PHK yang telah berkekuatan hukum yang tetap (inkrach), harus segera membayar hak-hak normatif pekerja secara penuh sesuai Pasal 156 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dan dalam hal ada perekrutan pekerja baru, maka perusahaan BUMN harus menerima pekerja yang telah di PHK.
6. Pekerja di perusahaan BUMN yang sedang mengalami proses PHK sepihak, skorsing/dirumahkan, harus kembali dipekerjakan pada perusahaan BUMN di seluruh Indonesia. Dalam hal pekerja telah memenuhi kriteria sesuai Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003, maka harus segera diangkan menjadi pekerja tetap (PKWTT) dan dipekerjakan tanpa syarat pada posisi dan jabatyan yang sesuai di perusahan BUMN.
7. Hak-hak normatif pekerja seperti diatur dalam Pasal 155 UU No. 13 Tahun 2003, wajib dibayar oleh seluruh perusahaan BUMN di Indonesia kepada pekerja yuang sedang dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial sampai memilik ikekuatan hukum tetap
8. Seluruh hak-hak normatif pekerja seperti diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003, wajib diberikan oleh seluruh perusahaan BUMN di Indonesia sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
9. Dalam hal penyelesaian pernasalahan perburuhan di semua tingkatan proses ghukum, direksi di perusahaan BUMN dilarang menggunakan anggaran perusahaan.
10. Komisi IX DPRI RI meminta Kemenakertrans RI dan Kepolisian RI agar memproses hukum dan menindak tegas tindak pidana ketenagakerjaan yang terjadi di perusahaan BUMN di seluruh Indonesia,
11. Rakomendasi Panja Outsourcing BUMN Komisi IX DPR RI harus dilaksanakan dalam waktu 15 (limabelas) hari kerja terhitung sejak rekomendasi ini diputuskan dalam rapat pleno Komisi IX DPR RI tanggal 22 Oktober 2013. Dan bila direksi di perusahaan BUMN mengabaikan Rekomendasi Komisi IX DPR RI, maka Komisi IX DPR RI merekomendasikan kepada Menteri BUMN RI memberhentikan Direksi BUMN yang bersangkutan.
12. Untuk mengawal dan memastikan pelaksanaan seluruh rekomendasi oleh pihak Kementerian Negara BUMN RI, Panja Outcourcing BUMN Komisi IX DPR RI merekomendasikan kepada Komisi IX DPR RI untuk membentuk Satuan Tugas (SATGAS) Outsourcing BUMN bersama Kemenakertrans RI serta melibatkan perwakilan Serikat Pekerja outsourcing.
Pasca keluarnya rekomendasi tersebut, Gerakan Bersama Buruh BUMN (GEBER BUMN) menindaklanjutinya dengan membentuk posko di tiap-tiap daerah guna mengawal implementasi rekomendasi Panja OS BUMN. Dengan begitu, GEBER BUMN berharap pekerja outsourcing bisa lebih mudah dalam mengadukan permasalahan terkait pelaksanaan rekomendasi Panja Outsourcing di tempat kerjanya.
Mengingat jangka waktu yang diberikan Panja kepada BUMN untuk menjalankan rekomendasi sekitar dua pekan, ada kekhawatiran, rekomendasi itu menjadi kontraproduktif. Misalnya, tidak mengangkat pekerja outsourcing yang layak menjadi pekerja tetap, tapi malah merekrut pekerja baru atau titipan pihak tertentu.
Oleh karena itu, GEBER BUMN melakukan langkah-langkah strategis. Yaitu, pada pekan pertama melakukan langkah persuasif agar BUMN melaksanakan rekomendasi. Sedangkan pada pekan kedua, tiap-tiap BUMN yang belum menjalankan rekomendasi akan didesak untuk segera mematuhi rekomendasi.
Sedangkan untuk mengawal implementasi ini, GEBER BUMN melakukan unjuk rasa pada tanggal 6 dan 12 November 2013.
Namun sayangnya, setelah tahun berganti dan rezim berubah, rekomendasi Panja outsourcing BUMN ini belum tuntas dijalan.