Tertunda Sebulan Lebih, Kuasa Hukum Sebut PHI Kian Jauh Dari Slogannya

Tertunda Sebulan Lebih, Kuasa Hukum Sebut PHI Kian Jauh Dari Slogannya

Jakarta,KPonline – Rabu, 28 April 2021 kembali digelar agenda sidang ke- 16 oleh Majelis hakim PHI Pada PN Jakarta Pusat menyidangkan perkara register 312/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.Jkt.Pst antara Penggugat yang merupakan ahli waris Alm Ngadirun (Mantan Pekerja di PB PGRI) melawan PB PGRI.

Agenda sidang kali ini adalah penyampaian bukti dari tergugat. Kuasa hukum penggugat,  Sulis menyampaikan bahwa tergugat akhirnya menyerahkan bukti surat setelah agenda sidang berikutnya tidak siap.

Bacaan Lainnya

Sidang kali ini majelis juga menunda persidangan hingga 2 Juni 2021 dengan alasan adanya liburan idul fitri dan pembatasan persidangan selama pandemi Covid 19.

Ditempat terpisah, kuasa hukum ahli waris alm Ngadirun lainnya dalam perkara ini dari LBHN PP, Ar Lazuardi menyampaikan ditundanya kembali selama lebih dari sebulan perkara ini kian memperpanjang rentang waktu bagi klien kami untuk memperoleh keadilan.

‘Bayangkan sejak didaftarkan pada  didaftarkan pada  awal November 2020 hingga  menjelas April berakhir telah ada 16 kali agenda sidang dan baru menyentuh tahap pembuktian dari Tergugat” Ungkapnya

“Bahkan sesunguhnya bisa lebih lama lagi jika kami juga mengajukan Replik, namun karena keyakinan kuat kami mengenai bukti yang ada kami tidak perlu mengajukan replik yang akan menambah waktu sidang,” Tambahnya

Ditambah lagi seringkali tergugat tidak hadir dalam beberapa kali persidangan menambah jalan panjang upaya klien kami memperoleh keadilan

Lebih dari itu kesering alpaan tergugat dalam persidangan ternyata tidak diiringi dengan lebih pekanya mejelis hakim untuk menjalankan persidangan sebagaimana amanat Pasal 103 UU PPHI yang memerintahkan Majelis hakim wajib memberikan putusan selambat-lambatnya 50 hari Kerja.

Dengan penundaan persidangan hari ini hingga nanti 2 Juni 2021, saya kira mencerminkan hal tersebut. sehingga gagasan keberadaan PHI untuk menyelesaian Perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah semakian menjadi semakin mustahil untuk digapai para pencarai keadilan” imbuhnya.

Dalam salinan gugatan yang diterima, alm Ngadirun telah bekerja sejak 24 Desember 1988 berdasarkan Surat Tugas Badan Pengelola Gedung Guru Indonesia-PB PGRI No.91/II/GGI/1988 dan jabatan Adimnistrasi Wisma serta upah terakhir yang diterima yaitu upah bulan Maret 2018 sebesar Rp 2.939.766,-.

Alm Ngadirun meninggal pada bulan Maret 2018, guna mendapatkan hak-hak alm Ngadirun yang terdapat di PB PGRI, ahli waris alm berupaya untuk meminta nya sesuai ketentuan, namun PG PGRI tidak juga memberikannya sehingga akhirnya terjadi proses perselisihan hingga di PHI Pada PN Jakarta Pusat  dengan tuntutan kewajiban membayar kompensasi PHK atas meninggal dunia alm Ngadirun sejumlah Rp.117.466.727,- (Seratus tujuh belas Juta empat ratus enam puluh enam ribu tujuh ratus dua puluh tujuh rupiah).

Selain itu dalam salinan gugatan yang diterima PB PGRI juga dalam gugatan ini diduga telah membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku sehingga dimintakan untuk dan atas penggugat membayarkan kekurangan upah sebagaimana ketentuan UMP DKI yang berlaku waktu itu.

Pos terkait