Semarang, KPonline – Buruh ungkapkan kekecewaannya dengan menyegel Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah pada hari Jum’at (6/12/2024), selepas Rapat Pleno Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah yang digelar di tempat yang sama.
Hal tersebut dilakukan secara spontan buntut dari hasil Rapat Pleno Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah yang ditengarai Pemerintah Provinsi yang dalam hal ini Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah beserta Apindo secara sengaja melakukan ‘pembegalan’ terhadap putusan Presiden khususnya Permenaker No 16 tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimim Tahun 2025.
Buruh yang melakukan pengawalan Rapat Pleno Dewan Pengupahan Provinsi tersebut pantas saja kecewa mendengar hasil dari Rapat Pleno yang disampaikan oleh Pratomo Hadinata selaku anggota Dewan Pengupahan Provinsi dari unsur Serikat Pekerja FSPMI kepada pers terkhusus dalam pembahasan UMSP.
“Kita sangat kecewa sidang hari ini yang tidak membahas menngenai Upah Sektoral. Yang sebelumnya setiap rapat pasti dibuka dulu untuk pembahasan, tapi kali ini sebelum membuka pembahasan yang dibuka itu sepakat atau tidak sepakat untuk membahas,” ucapnya.
Dirinya pun lalu memberikan alasannya kenapa dari buruh kecewa terhadap hasil Rapat Pleno kali ini.
“Bahwasannya Dewan Pengupahan itu tidak boleh menyepakati apapun. Fungsi dari Dewan Pengupahan adalah merekomendasikan, menampung aspirasi-aspirasi dari beberapa unsur, tapi hari ini sudah ada seperti penjagalan terhadap UMSP ataupun sektoral yang ada di Jawa Tengah. Seharusnya dibahas dulu, masing masing pihak mempunyai hak utuk menyampaikan sesuai dengan data masing-masin. Dari kami Serikat Pekerja sudah melakukan kajian di dalamnya, sudah sesuai dengan permenaker yang baru, kita sudah menggunakan data KBLI, kita sudah menggunakan data BPS dan kita sudah mencari data yang kita inginkan oleh Permenaker. Dari tingkat resiko pekerjaan pun kita sudah dapat sajikan dan membagi menjadi 3 sektor di Jawa Tengah. Akan tetapi faktanya dari unsur Apindo, unsur Pemerintah, dan Akademisi semua tidak sepakat untuk pembahasan UMSP dengan alasan belum ada data,” paparnya kemudian.
”Yang itu jelas dalam amanah konstitusi, Upah Minimum Sektoral di amar putusan sudah jelas wajib ditentukan oleh gubernur, jadi sudah tidak ada alasan lagi. Tinggal bagaimana niat dan tidaknya,” lanjutnya.
Ketika disinggung mengenai berapa persen idealnya untuk Sektoral di Jawa Tengah, Pratomo menjelaskan.
”Kita kembali ke Permenaker No : 1 tahun 1999 dimana upah sectoral adalah 5% dari upah minimum yang ditetapkan. Dalam hal ini kita mengajukan 3 sektor. Sektor pertama di angka 13% sektor kedua di angka 10% dan sektor ketiga adalah 7%. Untuk menjaga daya beli untuk memenuhi kebutuhan lain yang tidak tercover oleh Permenaker yang kenaikannya 6,5%, dan upah sektoral ini bukan untuk seluruh perusahaan, melainkan hanya sektor sektor tertentu saja,” ucapnya menutup pembicaraan. (sup)