Tiga tahun yang lalu, tepatnya Oktober 2021, Partai Buruh secara resmi dibangkitkan kembali.
Bagi saya, ini bukan sekadar kebangkitan sebuah partai politik, melainkan sebuah momentum penting dalam sejarah perjuangan kelas pekerja di Indonesia. Partai Buruh kembali hadir sebagai alat perjuangan politik bagi buruh, petani, nelayan, guru honorer, kaum perempuan, disabilitas, dan berbagai elemen kelas pekerja lainnya. Kebangkitan ini bukan hanya tentang kembalinya sebuah partai, tetapi menandai kebangkitan kelas pekerja.
Deklarasi ulang Partai Buruh diinisiasi oleh sejumlah organisasi kelas pekerja yang merasa, bahwa selama ini tidak ada partai politik yang secara konsisten memperjuangkan nasib rakyat kecil. Tidak ada partai politik yang berkomitmen penuh dalam memperjuangkan hak-hak buruh. Hal ini semakin diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja, yang oleh banyak kalangan dianggap lebih berpihak pada kepentingan pemodal dan mengangkangi hak-hak buruh.
Dalam berbagai kesempatan, Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, omnibus law UU Cipta Kerja menjadi katalis utama bagi kembalinya Partai Buruh.
Kegagalan gerakan buruh dalam menghentikan pengesahan UU Cipta Kerja menjadi pukulan telak, tetapi juga menjadi titik balik. Alasan utama kebangkitan Partai Buruh adalah karena buruh, petani, nelayan, guru, dan orang-orang kecil merasa kalah dalam perjuangan melawan omnibus law. Kebangkitan ini adalah perlawanan atas ketidakadilan yang diakibatkan oleh UU Cipta Kerja. Dari titik inilah, kaum buruh tiba pada satu kesimpulan, hanya dengan memiliki kekuatan politik yang solid di parlemen, nasib buruh dapat diperjuangkan secara lebih efektif.
Namun, jalan menuju partisipasi dalam Pemilu bukanlah hal yang mudah bagi Partai Buruh. Sistem politik Indonesia menetapkan persyaratan yang sangat berat bagi partai-partai baru untuk dapat ikut serta dalam pemilu. Syarat administratif dan finansial yang ketat juga menjadi penghalang besar. Mengingat bahwa sebagian besar pendukung Partai Buruh berasal dari kalangan buruh dan pekerja dengan keterbatasan sumber daya, tantangan ini semakin terasa berat.
Meski demikian, dengan kerja keras dan dukungan yang solid dari kelas buruh, Partai Buruh berhasil memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam Pemilu 2024. Ini adalah prestasi besar yang menandakan kebangkitan kelas pekerja di arena politik Indonesia. Tak dapat dipungkiri, kebangkitan ini menjadi cerminan dari perjuangan panjang kaum buruh yang selama ini merasa diabaikan oleh partai-partai politik yang sudah ada.
Partai Buruh memiliki kekuatan yang unik. Ia lahir dari rahim gerakan buruh yang memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan hak-hak pekerja. Saya rasa, ini menjadi modal politik yang tidak dimiliki oleh partai-partai lainnya.
Kebangkitan Partai Buruh juga menandai era baru dalam cara buruh berpolitik. Jika selama ini gerakan buruh lebih dikenal melalui aksi-aksi demonstrasi di jalanan, kini mereka berupaya memperjuangkan hak-haknyamelalui parlemen. Perjuangan buruh tidak cukup hanya dilakukan di jalanan, tetapi juga di arena politik formal. Dengan memiliki perwakilan di parlemen, tentu dengan tidak meninggalkan aksi jalanan, kaum buruh dapat lebih efektif dalam memperjuangkan undang-undang yang melindungi hak-haknya serta menentang kebijakan-kebijakan yang merugikan.
Peringatan tiga tahun kebangkitan Partai Buruh akan dihelat di Istora Senayan, Jakarta, pada tanggal 13 September 2024. Sebagaimana tercantum dalam surat Partai Buruh, tema acara dalam pertemuan ini adalah Cabut Omnibus Law – UU Cipta Kerja oleh Mahkamah Konstitusi, Upah Minimum Tahun 2025 Sesuai Kebutuhan Hidup Layak, Hapus System Kerja Outsourching, Reforma Agraria, dan angkat guru Honorer menjadi PNS. Ini bukan saja acara yang penting, tetapi juga besejarah.
Oleh karena itu, bersiaplah menjadi bagian dari sejarah yang akan dihadiri puluhan ribu orang buruh ini.
Sampai jumpa nanti… (*)