Batam,KPonline – Buruh batam yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Batam hari ini (9/11) menggelar aksi di depan gedung DPRD Batam, aksi ini untuk menolak RKUHP yang baru di setujui oleh DPR Ri dan menunggu untuk di undangkan oleh presiden Jokowi
Yapet Ramon, Ketua KC FSPMI Batam mengatakan bahawa kehadiran mengatakan dengan adanya hal UU KUHP setidaknya mengabaikan minimnya partisipasi dan masukan masyarakat, termasuk kaum buruh di Indonesia.
“Sejumlah pasal dalam UU KUHP tersebut sungguh mengancam kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Salah satunya kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dan kebebasan berekspresi kini menghadapi upaya pembungkaman,” tegasnya saat berdiskusi dan menyampaikan aspirasinya dihadapan DPRD Kota Batam Nuryanto.
Oleh karena itu, tambahnya, serikat buruh memperjuangkan hak-hak yang normatif akibat gagalnya perundingan, seperti yang tercantum dalam UU 13/2003 yaitu “mogok kerja yang tidak bermakna lagi, hal ini akan lumpuh karena berhadapan dengan ancaman kriminalisasi.
“Dalam kehidupan yang demokratis, kémerdekaan menyampaikan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi. merupakan hak asasi manusia hakiki,” tegasnya.
Merespon hal tersebut, Ketua DPRD Batam Nuryanto menyambut baik dan mengapresiasikan aksi yang dilakukan oleh Koalisi Rakyat Batam.
“Kami sebagai Wakil Rakyat sangat mengapresiasikan kepekaan dan kepedulian dari Koalisi Rakyat Batam. Dan tentunyaa, sesuai dengan kapaitas kami akan meneruskan aspirasi ini hingga ke DPR RI,” tegas politisi PDI Perjuangan ini.
Seperti di ketahui DPR RI dan pemerintah akhirnya mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang dalam rapat Paripurna yang digelar di kompleks parlemen, Selasa (6/12).
Dengan demikian beleid hukum pidana terbaru itu akan menggantikan KUHP yang merupakan warisan kolonialisme Belanda di Indonesia.
Sebagai informasi, paripurna untuk pengesahan yang terus tertunda sejak mendekati akhir masa bakti DPR periode 2014-2019 karena gelombang aksi itu ‘dikebut’ meskipun masih banyak pasal yang dinilai publik bermasalah atau kontroversial.
Jadwal pengesahan RKUHP pada paripurna hari ini berlangsung sepekan setelah keputusan tingkat I diambil bersama pemerintah dalam rapat di Komisi I DPR pada 24 November lalu, dan berbilang hari sejak draf resminya disebar ke publik jelang akhir pekan lalu.
Komisi III DPR sebelumnya telah menyetujui RKUHP dibawa ke Paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang. Keputusan itu diambil dalam rapat keputusan tingkat I yang digelar bersama pemerintah pada 24 November lalu.
Namun, sejumlah kalangan publik dari mulai jurnalis, praktisi hukum, hingga aktivis HAM dan mahasiswa masih melihat materi dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) masih kacau dan memuat pasal-pasal bermasalah.
Berikut beberapa pasal yang dinilai publik bermasalah dan bisa mengarah ke kriminalisasi dalam draf RKUHP dalam naskah RKUHP terbaru per 30 November 2022 yang diakses dari laman https://peraturan.go.id/site/ruu-kuhp.html.
1. Penghinaan Terhadap Presiden
Draf RKUHP pasal 218 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wapres dipidana dengan pidana penjara maksimal tiga tahun atau denda paling banyak Rp200 juta.
Kemudian pada Pasal 218 ayat (2) menyatakan bahwa hal tersebut tidak berlaku jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Pada bagian penjelasan Pasal 218 ayat (2) dinyatakan bahwa hal yang dimaksud dengan ‘dilakukan untuk kepentingan umum’ adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan salah satunya lewat aksi unjuk rasa atau demonstrasi, kritik atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan presiden dan/atau wakil presiden.
Aksi atau kebebasan berekspresi itu pun diberi embel-embel bersifat ‘konstruktif’.
2. Pasal Makar
Pasal 192 menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan makar dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah NKRI jatuh kepada kekuasaan asing atau untuk memisahkan diri dari NKRI dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara maksimal 20 tahun.
Pasal 193 ayat (1) mengatur setiap orang yang melakukan makar dengan maksud menggulingkan pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Sementara itu, Pasal 193 ayat (2) menyatakan pemimpin atau pengatur makar dipidana dengan pidana penjara maksimal 15 tahun.
3. Penghinaan Lembaga Negara
Draf RKUHP juga masih mengatur ancaman pidana bagi penghina lembaga negara seperti DPR hingga Polri. Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 349. Pasal tersebut merupakan delik aduan.
Pada ayat 1 disebutkan, setiap orang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara, dapat dipidana hingga 1,5 tahun penjara. Ancaman pidananya bisa diperberat jika penghinaan menyebabkan kerusuhan.
Pasal 350, pidana bisa diperberat hingga dua tahun jika penghinaan dilakukan lewat media sosial. Sementara, yang dimaksud kekuasaan umum atau lembaga negara dalam RKUHP yaitu DPR, DPRD, Kejaksaan, hingga Polri. Sejumlah lembaga itu harus dihormati.
4. Pidana Demo Tanpa Pemberitahuan
Draf RKUHP turut memuat ancaman Pidana atau denda bagi penyelenggara demonstrasi tanpa pemberitahuan. Hal itu tertuang dalam Pasal 256.
Pasal ini dikritik karena bisa dengan mudah mengkriminalisasi dan membungkam kebebasan berpendapat. Koalisi masyarakat sipil mengatakan, pada praktiknya polisi kerap mempersulit izin demo.
5. Berita Bohong
RKUHP mengatur soal penyiaran, penyebarluasan berita atau pemberitahuan yang diduga bohong. Pasal ini, dapat menyasar pers atau pekerja media.
Pada Pasal 263 Ayat 1 dijelaskan bahwa seseorang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dapat dipenjara paling lama 6 tahun atau denda Rp500 juta.
“Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V,” demikian bunyi Pasal 263 Ayat 1.
Kemudian pada ayat berikutnya dikatakan setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan, padahal patut diduga berita bohong dan dapat memicu kerusuhan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 atau denda Rp200 juta.
Lebih lanjut, RKUHP terbaru juga memuat ketentuan penyiaran berita yang dianggap tidak pasti dan berlebihan. Seseorang yang membuat dan menyebarkan berita tersebut dapat dipenjara 2 tahun atau denda paling banyak Rp10 juta. Hal itu tertuang dalam pasal 264.
(Ali gani)