TRITURA PLUS: Memahami Tuntutan Utama KSPI Dalam May Day 2018

TRITURA PLUS: Memahami Tuntutan Utama KSPI Dalam May Day 2018
Vice President FSPMI Kahar S. Cahyono, saat menyampaikan pandangan politik KSPI dalam diskusi bertajuk #PekerjaBicara

Jakarta, KPonline – Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, dalam May Day 2018 ini, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengusung TRITURA PLUS.

TRITURA PLUS yang dimaksud berisi tiga tuntutan buruh dan rakyat, yaitu:

Bacaan Lainnya

1. Turunkan harga beras, listrik, dan BBM – Wujudkan Kedaulatan Pangan dan Energi.

2. Tolak Upah Murah — Cabut PP 78/2015 tentang Pengupahan — Jadikan KHL 84 Item.

3. Tolak TKA China “Unskilled Worker”

Plus: Hapus Outsourcing dan 2019 Pilih Presiden Pro Buruh

Dalam kesempatan ini, saya akan menguraikan satu per satu tuntutan apa yang menjadi substansi dari TRITURA PLUS.

Turunkan harga beras, listrik, dan BBM – Wujudkan Kedaulatan Pangan dan Energi

Kedaulatan pangan dan energi menjadi salah satu isu yang diangkat, karena hal ini terkait erat dengan hajat hidup masyarakat. Kenaikan harga pangan, termasuk beras, telah menyebabkan banyak orang mengalami kesulitan. Padahal Indonesia adalah negeri yang dikaruniai tanah air yang membentang luas dan subur.

Ironisnya, solusi yang dilakukan untuk memenuhi ketersediaan beras adalah dengan impor. Padahal pada saat yang sama, panen raya sedang terjadi. Oleh karena itu, kaum buruh mendesak agar Pemerintah menwujudkan kedaulatan pangan.

Selain pangan, yang harus kita kritisi adalah terkait dengan BBM. Jenis perlalite dan pertamax harganya terus mengalami kenaikan. Alasannya, jenis ini bukanlah BBM bersubsidi sehingga wajar jika harganya mengikuti mekanisme pasar. Tetapi pada saat yang sama, masyarakat mengeluhkan adanya kelangkaan jenis BBM bersubsisi. Di banyak SPBU, premium seringkali dinyatakan sudah habis. Mau tidak mau, masyarakat akhirnya beralih ke pertalite atau pertamax. Itu artinya, mereka harus membayar lebih mahal untuk mendapatkan BBM.

Bersama mahasiswa, KSPI sudah melakukan aksi untuk mengkritisi kebijakan ini pada Selasa (10/4/2018).

Itulah sebabnya, KSPI menegaskan pentingnya subsidi untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh hajat hidup orang banyak. Subsidi adalah kewajiban negara, untuk memastikan agar seluruh masyarakat bisa memenuhi hajat hidupnya. Jika dibebaskan melalui mekanisme pasar, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menikmati. Sementara orang kecil dan tak berpunya akan ‘gigit jari’.

Sikap kritis serikat pekerja terhadap persoalan BBM bukan hal baru. Dalam bukunya berjudul ‘Gagasan Besar Serikat Buruh’ hal 31, Presiden FSPMI yang juga Presiden KSPI Said Iqbal menulis catatan khusus terkait dengan bahan bakar minyak. Itu artinya, suara buruh mengenai kenaikan BBM bukanlah hal yang baru saja disuarakan.

Tolak Upah Murah — Cabut PP 78/2015 tentang Pengupahan — Jadikan KHL 84 Item

Sejak awal, KSPI dan elemen serikat buruh yang lain sudah menyatakan penolakannya terhadap PP 78/2015 tentang Pengupahan. Alasannya, PP 78/2015 melanggengkan upah murah.

Tak terhitung lagi aksi yang dilakukan kaum buruh untuk menuntut agar PP 78/2015 dicabut. Tetapi hingga saat ini Pemerintah tidak bergeming. Pemerintah tetap mempertahankan keberadaan PP 78/2015. Padahal, sudah banyak rekomendasi yang menyatakan bahwa PP 78/2013 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Selain itu, kenaikan upah yang hanya dibatasi berdasarkan inflansi dan pertumbuhan ekonomi telah menggeser kenaikan upah minimum yang tadinya ditetapkan secara tripartit (pekerja, pengusaha, pemerintah) — menjadi hanya domain Pemerintah. Ini bertolak belakang dengan seruan pemerintah untuk mengupayakan dialog sosial dalam menyelesaikan masalah ketenagakerjaan. Sebab yang terjadi, pemerintah sendiri justru mengutamakan tangan besi.

Selain mencabut PP 78/2015, buruh juga menuntut agar KHL ditingkatkan menjadi 84 item dan diperbaiki kualitasnya. Inilah yang harus seharusnya dilakukan oleh pemerintah untuk mengakhiri upah murah.

Tolak TKA China “Unskilled Worker”

Isu ini menguat sejak beberapa tahun lalu, ketika media ramai memberitakan adanya Tenaga Kerja Asing (TKA) asal  China yang tidak memiliki keterampilan (unskilled worker) masuk ke Indonesia. Bagi KSPI, TKA adalah keniscayaan. Sejak lama TKA bekerja di Indonesia, mereka berasal dari Jepang, Amerika, Eropa, dan sebagainya. Hanya saja, TKA tersebut adalah orang-orang yang memiliki keahlian di bidangnya. Mereka melakukan transfer pengetahuan kepada tenaga kerja lokal.

Bedanya dengan TKA yang datang dari China, ada sebagian yang yang tidak memiliki keterampilan. Wajar jika masyarakat  bereaksi. Di saat banyak warga negara Indonesia yang belum bekerja, lapangan pekerjaan yang tersedia justru diisi oleh TKA.

Hapus Outsourcing dan 2019 Pilih Presiden Pro Buruh

Ini adalah isu tambahan (plus) yang diusung dalam May Day 2018. Meskipun tambahan, bukan berarti isu ini tidak penting. Derajat kepentingannya tidak berkurang meskipun ia hanya sebagai isu tambahan.

Seruan untuk menghapus outsourcing, substansinya adalah seruan untuk memastikan adanya kepastian kerja. Pada saat yang sama, kita juga menyuarakan penolakan terhadap pemagangan.

Terkait dengan seruan untuk memilih Calon Presiden yang pro buruh dalam Pemilu 2019, ini adalah bagian dari upaya kaum buruh untuk memastikan pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang memiliki keberpihakan kepada kaum buruh. Sebab, bagaimanapun, posisi Presiden sangatlah menentukan.

Seperti diketahui, lahirnya PP 78/2015 tentang Pengupahan, Perppu Ormas, Perpres 20/2018 terkait TKA, dan sejumlah kebijakan yang lain, erat kaitannya dengan kebijakan Presiden. Karena itu, memperjuangkan kepemimpinan yang berpihak adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari kerja-kerja yang dilakukan kaum buruh.

Tidak hanya Presiden, dalam pemilihan legislatif, buruh juga diserukan untuk memilih calon legislatif dan anggota DPD yang sudah jelas keberpihakannya kepada kaum buruh. Dalam hal ini, KSPI merekomendasikan nama-nama yang layak untuk didukung, tersebar di berbagai daerah.

Bagi buruh, khususnya KSPI, ini pun juga bukan sesuatu yang baru. Rekam jejak sikap politik KSPI dalam Pilpres 2014 dapat dilihat dalam buku berjudul ‘SEPULTURA: Sebuah Cita-cita Perjuangan’ yang terbit di awal tahun 2015.

Kahar S. Cahyonopenulis adalah Vice President FSPMI dan Kepala Departemen Komunikasi dan Media KSPI.

Pos terkait