Purwakarta, KPonline – Omnibuslaw Cipta kerja tidak terbukti menambah lapangan kerja, yang marak malah terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Parahnya, prihal upah dimana nilai kenaikan nya dibawah nilai inflasi. Lebih parah dari PP 78/2015 Tentang Pengupahan.
Hal tersebut diungkapkan Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dalam Aksi Nasional yang dilakukan ribuan buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pada Kamis, 26 Oktober 2024 di Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat.
“Saat ini kita melakukan demo pertama saat presiden dilantik. Dan kita meminta kepada pemerintah; yang pertama, naikkan upah minimum 8 persen sampai dengan 10 persen tanpa peraturan pemerintah atau PP No 51 Tahun 2023. Tuntutan kedua adalah cabut omnibus law, Undang-Undang Cipta Kerja yang sekarang sedang akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi,” ujar Riden Hatam Azis.
Kemudian menurutnya, bilamana pemerintah tidak mendengar kita akan berjuang di jalanan.
“Bisa dipastikan aksi lanjutan akan dilakukan pada akhir Oktober ini di seluruh wilayah Indonesia dan bermuara pada mogok nasional. Mogok nasional akan diikuti oleh 5 juta buruh di 15 ribu pabrik dan perusahaan dan sedang kami galang di pelabuhan-pelabuhan dan bandara-bandara, termasuk transportasi publik untuk mengikuti mogok nasional ini,” jelasnya.
Mogok nasional yang akan dilakukan serikat buruh adalah menghentikan produksi. Buruh-buruh pabrik keluar dari pabrik-pabrik dan perusahaan, kemudian bergabung dengan peserta aksi.
“(Kami) menggunakan dasar hukum Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang unjuk rasa atau menyampaikan pendapat di muka umum dan menggunakan Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 yang dimana dikasih sampaikan fungsi Serikat Buruh salah satunya adalah mengorganisir pemogokan,” ucapnya.
“Jadi Mogok Nasional itu sah, bukan mogok kerja, tapi Mogok Nasional pesertanya seluruh buruh otomatis pabriknya stop produksi itu yang dimaksud Mogok Nasional,” sambungnya.
Aksi mogok nasional akan tersebar di 38 provinsi atau lebih dari 350 kabupaten/kota.