Tuntutan Partai Buruh dalam Sidang Pengujian UU Pilkada di Mahkamah Konstitusi

Tuntutan Partai Buruh dalam Sidang Pengujian UU Pilkada di Mahkamah Konstitusi

Jakarta, KPonline – Partai Buruh kembali menjalani Sidang Pengujian UU Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK), terkait pembatasan hak Parpol non-seat dalam mengusung pasangan calon (Paslon) di Pilkada. Di mana MK menggelar sidang lanjutan uji materiil Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 tentang Pilkada, dalam perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora.

Ketua Tim Kuasa Hukum Pemohon dari Partai Buruh, Said Salahudin, menjabarkan, adapun substansi permohonan dari gugatan tersebut ialah adanya pembatasan terhadap hak Parpol yang tidak memperoleh kursi DPRD untuk ikut mengusung Paslon pada pelaksanaan Pilkada.

“Hari ini kami kembali melanjutkan sidang perkara No. 60 yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora, terkait dengan Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 tentang Pilkada,” ujar Said Salahudin, di Gedung MK, pada Rabu (24/7/2024).

Sidang yang dimulai pada Pukul 14.30 WIB tersebut, dipimipin oleh tiga Majelis Hakim, yakni Hakim Enny Nurbaningsih, Hakim M. Guntur Hamzah dan Hakim Daniel Yusmic Foekh.

“Di perbaikan kali ini kami masukkan tambahan dalil sesuai yang disarankan oleh Majelis Hakim, antara lain tentang perbandingan syarat calon perseorangan dengan syarat partai politik yang tadi kami tekankan bahwa ternyata syarat calon perseorangan lebih ringan dibandingkan dengan syarat partai politik.”

“Kemudian yang kedua kami juga tambahkan dalam perbaikan ini, perbandingan dengan Pilpres. Di mana parpol yang tidak mendapatkan kursi DPR RI, seperti Partai Buruh dan Partai Gelora, maka di 2029 bisa ikut menjadi pengusung menggunakan suara.”

Gugatan tersebut disampaikan oleh Said Salahudin, lantaran menurutnya kondisi di Pilkada berbeda dengan Pilpres. Di mana Parpol yang tidak mendapatkan kursi DPRD tidak boleh ikut mengusung calon kepala daerah, sementara untuk mengusung calon presiden diperbolehkan.

Bahkan, yang membuat dirinya sedikit terheran, dalam sejarahnya, UU Pilkada tersebut pernah diuji pada tahun 2005 dan 2007 dan sudah dibatalkan. Namun pasal tersebut kini muncul kembali.

Karenanya, selaku kuasa hukum dari pemohon, Said Salahudin menyampaikan tuntutannya (Petitum) agar segala sesuatu yang diminta (dituntut) oleh penggugat, diharapkan akan dikabulkan dalam putusan hakim.

“Petitum kita berikan alternatif, karena sebetulnya yang kita persoalkan adalah frase di ujung, yang ketentuan itu hanya berlaku bagi parpol pemilik kursi DPRD,” pungkas Said Salahudin.

Di sisi lain, Hakim Enny Nurbaningsih pun memutuskan, agar kelengkapan tuntutan gugatan bisa diperbaiki, sekaligus menunggu hasil yang akan diputuskan.

“Sidang memutuskan agar pemohon bisa memperbaiki gugatan dan menunggu hasil sidang karena akan kami laporkan ke rapat musyawarah hakim terlebih dahulu. Dan bagaimana hasil keputusan dari 9 hakim yang lainnya,” putus Hakim Enny. (Abdul)