Bekasi, Kponline – Rapat Dewan Pengupahan Kabupaten Bekasi (DPKAB) kembali digelar pada Selasa tadi (30/10/2018) di Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Bekasi. Rapat yang kali ini sifatnya Pleno dilakukan tepat pukul 14.00 wib yang sebelumnya harus di skors selama 30 menit karena rapat belum memenuhi quorum.
Sesuai agenda yang ada, rapat ini memplenokan rekomendasi angka Upah Minimum Kabupaten (UMK) Bekasi untuk tahun 2019.
Rapat pleno yang diwarnai dengan walkout (keluar) nya DPK unsur Serikat Pekerja (SP) di karenakan pemerintah memaksakan untuk melakukan voting di saat tidak ada kebuntuan. Masih banyak solusi, salah satunya para pihak bisa menyampaikan angka rekomendasi seperti halnya yang dilakukan di DKI Jakarta dan Jepara-Jawa Tengah.
APINDO yang mewakili kepentingan pengusaha menyampaikan nilai angka UMK 2019 sebesar Rp. Rp. 4.146126,- yang diperoleh dari rumusan formulasi sesuai dengan PP78 tahun 2015. Begitu juga dengan unsur pemerintah yang mendukung usulan dari APINDO.
Sementara unsur SP/SB menyampaikan nilai angka sebesar Rp. 4.402.281,- yang diperoleh dari hasil angka KHL aktual setelah dilakukan survey di tiga pasar yang berbeda.
Situasi seperti itu masih dianggap normal jika mengingat sifat dari DEPEKAB adalah tripartit, dimana masing masing unsur yang semuanya tiga unsur mempunyai hak yang sama dalam menyampaikan pendapat dan usulan-usulan tentang UMK yang menjadi kewenangan masing-masing dalam rapat DEPEKAB yang mengedepankan musyawarah mufakat.
Rapat pleno UMK tahun ini yang diwarnai dengan aksi walkout (keluar) nya DPKAB unsur SP/SB yang di sebabkan adanya aksi pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh APINDO dan didukung unsur pemerintah untuk melakukan voting di saat tidak ada kebuntuan seperti yang menjadi ketentuan opsi voting dalam Tata Tertib DPKAB.
Pemerintah hanya berpegang pada alasan bahwa tidak boleh ada dua angka dalam rekomendasi UMK ke Bupati seperti kebiasaan yang sudah berlangsung sejak tahun 2004.
Dari unsur SP/SB berpendapat lain dengan yang disampaikan oleh unsur lainnya karena belum ada ketentuan yang mengatur atau memerintahkan agar DPKAB hanya dapat memberikan rekomendasi satu angka saja, hal ini diutarakan oleh salah satu wakil dari SP/SB, Abdul Bais.
Menurut Ketua PUK Epson ini, dengan tidak adanya ketentuan keharusan satu angka rekomendasi berarti sudah sejalan dengan maksud dan sifat tripartit itu sendiri sehingga SP/SB menghargai apa yang menjadi pendapat dan usulan angka dari APINDO dan unsur pemerintah dan meminta kedua unsur itu juga menghargai apa yang menjadi pendapat dan usulan dari SP/SB.
“Kalau proses sama kemudian hasilnya berbeda, wajar ada voting. Tapi kalau proses berbeda dan hasilnya berbeda tidak fair kalau di voting. Kami punya hak berpendapat dan menyampaikan rekomendasi”, Ketus Abdul Bais salah satu anggota DPK unsur SP ini.
APINDO dan PEMERINTAH melakukan proses menentukan angka UMK 2019 dihitung hanya berdasarkan petunjuk dari Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja yang ditujukan kepada Gubernur, dimana kenaikan hanya di patok di 8,03% atau naik dari Rp.3.837.939, -(UMK Kab. Bekasi 2018) menjadi Rp. 4.146126,-.
Sementara DPKAB unsur SP proses menentukan angka UMK 2019 dilakuan melalui mekanisme survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) 2018 secara resmi di tiga pasar di Kab. Bekasi, yaitu Pasar Tambun, Pasar Cikarang, dan Pasar Serang. Diamana di dapatkan angka rata-rata KHLnya sebesar Rp 4.186.667,-. Kemudian angka KHL tersebut di masukan kedalam formula (KHL 2018 X 5.15%) dimana 5.15% adalah angka pertumbuhan ekonomi/Pendapatan Domestik Bruto, di dapatkan angka Rp. 4.402.281,- yang kemudian di rekomendasikan oleh DPK unsur SP.
Tanpa dapat membantah dasar-dasar dari nilai angka yang diusulkan oleh SP/SB dalam rapat Pleno tersebut, Pemerintah bersikukuh untuk melaksanakan ketentuan mekanisme voting untuk memutuskan satu angka UMK tahun 2019 yang akan menjadi rekomendasi keBupati dalam proses selanjutnya, melihat adanya aksi pemaksaan dari unsur lain, maka unsur SP/SB memilih untuk tidak melanjutkan Rapat Pleno dengan meninggalkan ruang Rapat Pleno.
Sementara pekerja/buruh sekabupaten Bekasi yang mengawal jalanya rapat Pleno DPKAB harus menelan rasa kecewanya atas cara-cara pemerintah yang gagal melindungi hak-hak pekerja/buruh di Kabupaten Bekasi tetapi sukses meloloskan kepentingan pengusaha untuk membayar upah murah sebagaimana Hasil rapat pleno yang disampaikan langsung oleh Abdul Bais kepada puluhan buruh yang setia mengawal Sidang Pleno ini hingga akhir, Abdul Bais yang juga Ketua PUK SPEE PT. Epson ini menyampaikan bagaimana kejadiannya hingga dalam proses sidang pleno ini unsur SP/SB sampai harus memilih keluar dari Rapat Pleno yang dilanjutkan oleh dua unsur saja yaitu dari APINDO dan Pemerintah.
Di kesempatan yang sama Soekamto, Ketua Pimpinan Cabang SPEE FSPMI Kabupaten/Kota Bekasi juga menyampaikan motivasinya bahwa apa yang dilakukan DPKAB dari SP/SB telah sesuai dengan ketentuan dan hasil kesepahaman dalam rembugan “setengah kamar” yang dilakukan oleh unsur SP/SB yang menjadi wakil buruh di DPKAB tadi. Sekaligus menyampaikan ucapan terima kasih atas pengawalannya.
“Strategi kedepannya seperti apa, akan kita bahas secepatnya” Kata Soekamto.