UMSK di Purwakarta Sudah Ada Sebelum 2020

UMSK di Purwakarta Sudah Ada Sebelum 2020

Purwakarta, KPonline-Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) pertama kali diterapkan sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja di sektor-sektor dengan karakteristik kerja spesifik. Namun, perjalanan UMSK dalam regulasi cukup berliku.

Sejak disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 (Omnibus Law), UMSK dihapus melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dengan tujuan untuk menyederhanakan sistem pengupahan di Indonesia. Namun keputusan ini menuai banyak kontroversi, khususnya dari serikat pekerja yang menilai bahwa hal ini mengurangi perlindungan bagi pekerja sektor tertentu.

Bacaan Lainnya

Kemudian, pada akhir Oktober 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan No. 168/PUU-XXII/2024 memutuskan untuk mengembalikan kewajiban pemberlakuan UMSK. Putusan ini dianggap sebagai angin segar bagi pekerja di sektor-sektor yang bergantung pada UMSK sebagai penyesuaian terhadap biaya hidup dan tuntutan kerja yang lebih tinggi. MK juga menegaskan bahwa pengaturan ulang UMSK diharapkan mampu menciptakan keseimbangan dalam hubungan industrial.

Kembalinya UMSK merupakan kemenangan dalam memperjuangkan hak atas upah yang sesuai dengan sektor industri dan standar kebutuhan hidup yang lebih baik. Pekerja di sektor industri khusus mendapatkan jaminan upah yang lebih tinggi, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Kembalinya UMSK juga diharapkan dapat memberikan kepastian hukum yang lebih baik dan mengurangi ketimpangan upah di berbagai sektor.

Namun perlu diketahui bersama, walaupun MK memutuskan untuk mengembalikan kewajiban pemberlakuan UMSK. Faktanya, di rapat Dewan Pengupahan (Depekab) Purwakarta untuk penetapan upah 2025, UMSK tidak ingin dibahas untuk dirundingkan oleh Apindo dan unsur Akademisi, melainkan hanya menyampaikan pendapat dan pandangan saja dalam rapat tersebut.

Wahyu Hidayat sebagai ketua presidium Aliansi Buruh Purwakarta dan sekaligus ketua pimpinan cabang serikat pekerja automotif mesin dan komponen Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia mengungkapkan bahwa UMSK dulu namanya Kelompok GBT dan non GBT (Garment, Boneka dan Textile). Kemudian berubah nama jadi KJU (Kelompok Jenis Usaha). Setelah itu jadilah namanya UMSK (Upah Minimum Sektoral Kabupaten).

Kemudian, lahirlah PP 36 Tahun 2021, dimana di pasal 82 nya berbunyi; Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

a. Upah minimum provinsi dan/atau Upah minimum kabupaten/kota Tahun 2021 yang telah ditetapkan oleh gubernur pada Tahun 2020 dinyatakan tetap berlaku sampai dengan Desember 2021;

b. Upah minimum sektoral yang telah ditetapkan sebelum tanggal 2 November 2020 tetap berlaku sampai dengan:

1. surat keputusan mengenai penetapan Upah minimum sektoral berakhir; atau

2. Upah minimum provinsi dan/atau Upah minimum kabupaten/kota di daerah tersebut ditetapkan lebih tinggi dari Upah minimum sektoral;

c. Upah minimum sektoral provinsi dan/atau Upah minimum sektoral kabupaten/kota yang ditetapkan setelah tanggal 2 November 2020 wajib dicabut oleh gubernur selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak ditetapkan; dan

d. Gubernur tidak boleh lagi menetapkan Upah minimum sektoral.

“Jadi walaupun Gubernur tidak boleh lagi menetapkan UMSK, jangan sampai salah pemahaman, UMSK Purwakarta masih ada sampai sekarang. Dan mayoritas perusahaan-perusahaan yang ada FSPMI nya masih menjalankan UMSK sesuai dengan pasal 82 PP 36 Tahun 2021 tersebut,” ujarnya.

Kemudian, menurutnya keluarlah putusan MK No. 168 Tahun 2024, disusul dengan keluarnya Permenaker 16 Tahun 2024, dimana di dalamnya mengatur kembali penetapan UMSK oleh Depekab.

Dan seharusnya, semua unsur di Depekab itu membahas dan menetapkan UMSK dalam penetapan upah minimum 2025, karena aturannya ada kembali.

“Alih-alih tinggal bermusyawarah untuk menentukan pengelompokan dan besaran UMSK, Tapi ini Apindo malah tidak mau membahas UMSK dengan alasan UMKnya sudah sangat besarlah,” ungkapnya.

“Memang jarak UMK Purwakarta dengan Karawang berapa? dan yang paling menggelikan bahasanya, Apindo belum siap jika harus ada UMSK. Padahal, di atas sudah di jelaskan UMSK itu sudah ada dan masih ada dan berlaku sampai sekarang. Kok kayak yg belum pernah ada UMSK di Purwakarta,” sambung Wahyu Hidayat.

Harusnya, tinggal membahas ulang. Pertama, Perusahaan mana saja yang sekarang masih menggunakan UMSK;

Kedua, dipelajari bersama secara jujur perusahaan-perusahaan apa saja yang seharusnya ikut masuk UMSK di lihat dari padat modal, padat teknologi dan resiko kerjanya misalnya.

Terakhir, baru diskusi angkanya yang rasional. Berapa setiap kelompok sektornya. “Itu yang benar,” pungkasnya.

“Jadi, jangan juga Apindo ngelucu. Contohlah para pengusaha yang sampai sekarang (2024) tetap menjalankan UMSK, dimana mereka gak keberatan. Nah sekarang untuk tahun 2025, Ko Apindo yang gak setuju, seolah mewakili seluruh pengusaha di Purwakarta,” kesal Wahyu Hidayat.

“Ojo koyok ngono lah…… Kalo upah buruh purwakarta bagus, bukan cuma buruhnya saja yang menikmati sendi-sendi perekonomian. Namun yang lain pasti juga ikut menikmati kena imbas baiknya,” tutupnya.

Pos terkait