Unjuk Rasa Buruh Jawa Tengah Menolak Tapera, Aulia Hakim Buka Suara

Unjuk Rasa Buruh Jawa Tengah Menolak Tapera, Aulia Hakim Buka Suara

Semarang, KPOnline – Program Tapera yang digulirkan oleh pemerintah melalui PP No 21 tahun 2024 yang ditetapkan 20 Mei 2024 yang lalu, tidak henti-hentinya mendapatkan penolakan dari sejumlah elemen buruh. Tak terkecuali buruh Jawa Tengah yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Provinsi Jawa Tengah pada hari ini Kamis (6/6/2024) melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur dan Kantor DPRD Provinsi Jawa Tengah menolak program Tapera.

Tidak hanya dari kota Semarang, buruh yang datang juga berasal dari Kabupaten di sekitarnya seperti Kabupaten Kendal, Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Jepara, mereka ikut bergabung bersama untuk menolak program Tapera yang mereka anggap akan menambah berat beban hidup mereka.

Penolakan mereka bukannya tanpa alasan, Aulia Hakim selaku Ketua DPW FSPMI Provinsi Jawa Tengah menyampaikannya kepada redaksi di sela-sela aksi hari ini.

“Secara singkat dapat kami jelaskan alasan dari kami untuk menolak program Tapera tersebut, yang pertama ketidakpastian memiliki rumah di akhir masa kepesertaan, yang kedua pemerintah seperti lepas tanggungjawab karena hanya membebankan kepada buruh dan pengusaha saja tanpa mau mengiur, yang ketiga sudah pasti membebani buruh terutama buruh Jawa Tengah yang upahnya masih rendah, keempat rawan dikorupsi karena kerancuan yang berpotensi besar untuk disalahgunakan, karena di dunia ini hanya ada sistem jaminan sosial (social security) atau bantuan sosial (social assistance)”, paparnya.

Aksi Unjuk Rasa Buruh Jawa Tengah Menolak program Tapera hari Kamis (6/6/72024) di depan Kantor Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Jl, Pahlawan – Semarang (foto : Ain)

“Selain itu masih ada lagi, Tapera yang katanya Tabungan, seharusnya sifatnya adalah sukarela bukan memaksa menjadi suatu kewajiban. Untuk PNS, TNI, dan Polri, keberlanjutan dana Tapera mungkin berjangka panjang karena tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun demikian untuk buruh swasta dan masyarakat umum, terutama buruh kontrak dan outsourcing, potensi terjadinya PHK sangat tinggi. Oleh karena itu, dana Tapera bagi buruh yang terkena PHK atau buruh informal akan mengakibatkan ketidakjelasan dan kerumitan dalam pencairan dan keberlanjutan dana Tapera”, lanjutnya kemudian.

Dalam aksi yang kesekian kalinya itu, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Provinsi Jawa Tengah membawa empat tuntutan diantaranya :

  1. Cabut PP 21/2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan
  2. Cabut Omnibuslaw UU No.6/2023 Cipta Kerja
  3. Cabut Gugatan Apindo terhadap UMK Jawa Tengah Tahun 2024
  4. Hapus Outsourcing & Tolak Upah Murah (HOSTUM)

(sup)