Mojokerto, KPonline – Pengajuan dan penetapan UMK Mohjokerto 2018 masih jauh. Kaum pekerja baru setengah tahun menikmati upah 2017, bahkan ada daerah yang baru akan menerima upah 2017 setelah memenangkan gugatan UMK di pengadilan. Justru di Kabupaten Mojokerto telah melakukan pembahasan mengenai perumusan upah minimum 2018.
Langkah awal Pemkab Mojokerto dibandingkan dengan daerah lain ini, perlu dicermati oleh kalangan pekerja dan serikat pekerja di Kabupaten Mojokerto. Perlu diingat pada tahun ini, kenaikan UMK Mojokerto adalah sebesar 8,25%, tragisnya harga bahan pokok dan kebutuhan dasar sudah melonjak hampir 130%. Banyak kaum pekerja buruh terhimpit kebutuhan hidup, yang mengakibatkan guncangan mental bahkan sosial.
Bertempat di Aula Kantor Disnaker Kabupaten Mojokerto (12/07/2017), Dewan Pengupahan Kabupaten Mojokerto melakukan rapat pembahasan UMK Mojokerto 2018. Rapat yang dihadiri oleh seluruh perwakilan unsur Dewan Pengupahan Kabupaten berlangsung alot dan kritis. Perdebatan sengit dan saling adu argumen terus terjadi diantara perwakilan masing-masing unsur. Ketidak sesuaian agenda pembahasan dan perbedaan pandangan adalah diantara penyebabnya.
Pada awalnya, pihak Pemkab yang diwakili oleh kepala Disnaker Tri Mulyanto, melontarkan wacana bahwa sebaiknya dalam rapat itu ditentukan saja nilai Komponen Hidup Layak (KHL) dan tidak melakukan survey pasar lagi (cukup 1 kali saja). Menurut Tri ini sudah sesuai Peraturan Pemerintah No 78/2015 tentang pengupahan dan agar nantinya Bupati bisa segera menghitung besaran UMK Mojokerto 2018. Usulan Pemkab tersebut ternyata di dukung penuh oleh unsur pengusaha.
Reaksi keras penolakan pun datang dari unsur serikat pekerja. Sebab sesuai surat edaran Gubernur Jawa Timur No.560/9816/012.3/2017, sudah seharusnya setiap daerah melakukan survey KHL. Di sisi lain dengan segera ditentukannya nilai KHL sangat bermuatan politis dan nilai KHL terancam tidak realistis sehingga ujung-ujungnya UMK tahun depan jeblok.
Unsur serikat pekerja meminta Pemkab jangan terburu-buru menentukan nilai KHL, selain itu mengusulkan diberlakukannya 5 item peningkatan kualitas komponen KHL sesuai surat edaran Gubernur Jawa Timur. Adapun 5 item itu meliputi transportasi, perumahan, Listrik, air bersih dan rekreasi. Namun usulan itu ganti ditolak oleh unsur pengusaha.
Setelah mendapatkan bermacam penolakan, pihak pemkab kembali melakukan lobby dan perdebatan yang panjang dengan berbagai unsur. Akhirnya pihak Pemkab memutuskan beberapa poin. Yang pertama nilai KHL harus ditentukan dalam rapat ini dan tidak perlu melakukan survey pasar. Yang kedua melengkapi 5 item KHL yang belum dimasukkan, yang mana untuk Transportasi sebesar 600.000, untuk perumahan (sewa kamar) 500.000, untuk listrik 200.000, untuk air bersih 60.000 dan untuk rekreasi 45.000. Poin yang terakhir adalah meminta semua unsur untuk menandatangani berita acara agar legal secara hukum.
Melihat usulan tersebut, unsur serikat pekerja mulai berbeda pendapat. Ada yang menerima namun ada juga yang menolak. Sangat disayangkan ditengah kondisi kritis seperti itu muncul ketidak kompakan dan lemahnya koordinasi.
FSPMI Mojokerto melalui Eko Nugroho Depekab unsur serikat pekerja menyatakan menolak dengan tegas usulan tersebut. FSPMI sendiri mengusulkan untuk sewa rumah (bukan sewa kamar) sebesar 900.000, Untuk listrik 250.000 (rata-rata pengguna 900 Volt) dan untuk transport 1.200.000 (4xPP). Sehingga apabila di kalkulasi didapatkan nilai KHL sebesar 3.590.000.
Anehnya penolakan FSPMI itu tidak digubris dan malah usulannya tidak dicantumkan dalam berita acara rapat Depekab. Ketika Eko melakukan protes karena tidak dicantumkan, pihak pemkab malah meminta cukup mengisi dan menandatangani daftar hadir saja. Tri berdalih nanti hasilnya tidak bagus untuk laporan ke Propinsi. Hasil rapat Dewan Pengupahan Mojokerto selain FSPMI menyepakati nilai KHL 2018 sebesar 2.500.000.
“Jangan sampai kita terjebak permainan politisasi upah, FSPMI berkomitmen sebab ini menyangkut hajat hidup masyarakat. Dengan buru-buru menentukan nilai KHL sama artinya selangkah lagi UMK Mojokerto sudah bisa ditentukan, ada kesan ini dipaksakan karena pesanan pihak tertentu.” Kata Eko ketika dimintai keterangan media.
Disinggung mengenai penolakan FSPMI yang tidak dicantumkan dalam berita acara rapat Depekab, Eko mengatakan ” Itu bukan kewenangan saya untuk mengomentari. Setidaknya dalam berita acara tersebut, selain saya tandatangani juga saya bubuhkan kata-kata menolak,” paparnya.
Ketua Konsulat Cabang FSPMI Mojokerto Ardian Safendra menanggapi hal tersebut. Menurut Ardian ini adalah bentuk ketidak berpihakan dan penzholiman kepada kaum pekerja.
“Kalau pengusaha tidak sepakat, disuruh nulis semua. Tapi giliran kita tidak sepakat, tidak mau menulis. Kalau kita tidak menandatangani nanti dibilang kita Walk Out, giliran mau ditandantangani dengan catatan tertentu malah disuruh tandatangan di daftar hadir saja. Apalagi kemudian memberikan statemen ke media bahwa semua Depekab sudah sepakat. Ini maksutnya apa?? Sungguh keterlaluan!!” Sesal Ardian.
Masih menurut Ardian apabila pihak pemerintah masih saja bersikap tidak memihak kepada rakyat sungguhlah aneh dan tragis. “Sekarang ini daya beli masyarakat sedang menurun, banyak pengusaha yang mengeluh dan gulung tikar karena banyak stok dan tidak laku. Jangankan kita untuk beli barang, untuk makan saja sehari-hari tidak cukup karena tergerus oleh inflasi. Belum lagi kenaikan harga TDL yang berpengaruh terhadap semua harga kebutuhan pokok. Perlu kiranya dilakukan perhitungan secara hati hati dalam memutuskan besaran nilai KHL.”
Penulis: Mas Iip