Bandung, KPonline – Mengacu kepada surat penyampaian pendapat di muka umum yang dilayangkan kepada Walikota Cimahi pada tanggal 5 Desember 2024 perihal pemberitahuan penyampaian pendapat di muka umum dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang tergabung dalam Aliansi kota Cimahi yaitu FSPMI, SPSI, SPN, KASBI dan Gobsi.
Dalam aksi tersebut disampaikan beberapa tuntutan yang disampaikan secara bergiliran oleh para pimpinan serikat pekerja. Massa aksi sempat kecewa sebab PJ Walikota Cimahi Dicky Saromi sedang tidak ada ditempat, namun Audensi pun tetap dilaksanakan. Para pimpinan buruh hanya bisa ditemui oleh Budi Raharja Penjabat Sekretaris Daerah (PJ Sekda) Kota Cimahi, dan Kadisnaker Kota Cimahi.
“PJ Walikota banyak agenda jadi tidak bisa hadir,” ujar Kadisnaker Kota Cimahi saat Audensi.
Asep Supriatna selaku perwakilan buruh dari FSPMI dalam audensi tersebut menyampaikan bahwa ada keresahan terkait isu bahwa ada stetmen dari Dewan Pengupahan Kota Cimahi dari Unsur Pemerintah terkait penetapan upah minimum Sektoral Kota (UMSK) tahun 2025 Kota Cimahi belum bisa di terapakan pada saat ini. “Dasar hukum kita mengajukan agar di Kota Cimahi memberlakukan Upah Sektoral ini sudah sesuai Permenaker Nomor 16 tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025. Tidak perlu ada kajian, dan tidak perlu ada sektor unggulan, apa yang kami lampirkan sudah berdasarkan KLBI dan tidak usah lari ke peraturan yang lain, sebab ada asas aturan yang baru mengesampingkan aturan yang lama.” Kata Asep Supriatna.
Lebih lanjut Asep Beharap pada akhir jabatan PJ Walikota Cimahi, ada sebuah kenang-kenangan berupa lahirnya Upah Sektoral di Kota Cimahi, dan ini adalah kesempatan dan akan menjadi momen yang baik dari Walikota untuk buruh Kota Cimahi.
Menanggapi pernyataan yang disampaikan para pimpinan buruh, Sekda PJ Kota Cimahi pun merespon, “lahirnya permenenaker 16 tahun 2024 ini membatasi kenaikan upah diatas 6,5 persen, dan kami tidak boleh merekomedasikan kenaikan Upah Minimum yang nilainya tidak sesuai permenaker ini,” ujarnya.
Kami juga tidak boleh merekomendasikan UMSK yang nilainya tidak disepakati oleh Dewan Pengupahan Kota, Kewenangan kami semakin di kunci,” keluhnya.
“Namun Pemerintah Kota Cimahi menurutnya tidak ada masalah apabila Upah Sektoral muncul asalkan sesuai prosedur, “lanjutnya.
Ya, seharusnya kebijakan upah minimum tahun 2025 merupakan salah satu upaya untuk menjaga daya beli pekerja/buruh. Walaupun atas dasar penetapan upah dengan pertimbangan putusan MK 168/PUU-XXI/2023, dan lahirnya Permenaker nomor 16 tahun 2024 ini pun belum menjawab kebutuhan kaum buruh, sebab kenaikan 6,5 persen sesuai permen tersebut seolah harga mati.
Senada dengan UMSK, permen tersebut hanya memerintahkan kepada Gubernur agar wajib menetapkan UMSP tapi dapat untuk UMSK, artinya pertarungan buruh untuk mendapatkan Upah Sektoral Kota harus melalui jalan terjal. Sebab frase kata dapat dalam permen tersebut menafsirkan tidak ada akibat
(Zenk)