Urgensi Pengawasan dan Kepatuhan dalam Program Jaminan Pensiun di Indonesia

Jakarta, KPonline – Bagai perisai yang mulai retak, program jaminan pensiun di Indonesia menghadapi tantangan besar yang mengancam keberlanjutan perlindungan bagi para pekerja. Retakan ini tak hanya terlihat dari lemahnya pengawasan dan kepatuhan, tetapi juga dari tumpukan beban finansial yang harus ditanggung oleh pekerja akibat kebijakan yang tidak merata. Seminar yang diselenggarakan KSPI di Jakarta bertepatan dengan “Decent Work Day” tanggal 7 Oktober 2024, kembali mengingatkan akan pentingnya penguatan fondasi perlindungan sosial yang kokoh, yang bukan hanya memberi rasa aman di masa tua tetapi juga menjaga martabat pekerja sepanjang hidup mereka.

Direktur Eksekutif Jamnaker Watch KSPI M. Nurfahroji menggarisbawahi pentingnya pengawasan dan kepatuhan dalam program jaminan pensiun di Indonesia. Diskusi ini berfokus pada tantangan yang muncul dalam pengelolaan dana pensiun serta perlunya kebijakan yang lebih inklusif dan transparan demi kesejahteraan pekerja.

Kebijakan pensiun di Indonesia didasarkan pada beberapa undang-undang, termasuk UU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) serta UU No. 24 Tahun 2011 yang menetapkan BPJS Ketenagakerjaan sebagai penyedia jaminan sosial. Namun, kebijakan terkait pensiun tambahan menjadi kontroversial karena berpotensi menambah beban bagi pekerja, terutama di kelas menengah, yang sudah terdampak oleh pandemi Covid-19 dan penerapan UU Cipta Kerja. Jamnaker Watch KSPI mengkritik kebijakan tersebut karena dianggap tidak adil dan hanya menambah beban keuangan pekerja tanpa ada perbaikan nyata dalam tata kelola program pensiun.

Tantangan dalam pengelolaan dana pensiun terlihat dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menunjukkan bahwa sekitar 70% dana pensiun BUMN bermasalah, bahkan beberapa terindikasi terlibat dalam kasus korupsi. Permasalahan ini menunjukkan betapa rentannya pengelolaan dana pensiun di Indonesia, yang pada akhirnya menyebabkan OJK harus membubarkan 34 dana pensiun. Langkah tersebut mencerminkan lemahnya struktur pengelolaan dana pensiun dan meningkatkan kekhawatiran pekerja akan keberlangsungan hak-hak pensiun mereka. Jamnaker Watch KSPI mendesak pemerintah agar lebih serius dalam memastikan keamanan dan transparansi pengelolaan dana pensiun.

Jaminan pensiun, yang merupakan bagian dari hak konstitusional pekerja atas pekerjaan yang layak dan jaminan sosial, harus dikelola dengan baik. Namun, pemerintah tampaknya kurang memprioritaskan prinsip keadilan sosial dalam kebijakan pensiun tambahan, yang justru berpotensi menambah beban bagi pekerja. Penggunaan istilah “harmonisasi program pensiun” dalam UU No. 4 Tahun 2023 sebagai cara pemerintah menutupi tujuan utamanya, yaitu menarik iuran tambahan dari pekerja dan pemberi kerja, alih-alih memperkuat industri keuangan yang sehat dan berkeadilan.

Dalam menghadapi tantangan ini, KSPI memberikan beberapa rekomendasi penting. Pertama, perlu dilakukan evaluasi terhadap besaran iuran jaminan pensiun yang saat ini masih 3%, dengan tujuan meningkatkannya hingga 8% agar dana pensiun lebih kuat dan dapat meningkatkan kepercayaan pekerja terhadap BPJS Ketenagakerjaan. Kedua, perluasan kepesertaan program jaminan pensiun menjadi program wajib (mandatory) bagi pekerja formal dan informal akan memperkuat cakupan jaminan sosial. Pemerintah juga diimbau untuk lebih fokus pada pengawasan dan kepatuhan BPJS Ketenagakerjaan, terutama dalam hal pengelolaan investasi Dana Jaminan Sosial (DJS), daripada memaksakan penerapan kebijakan pensiun tambahan yang menimbulkan kontroversi.

Selain itu, KSPI mendesak pemerintah untuk menerbitkan aturan terkait pengalihan program jaminan pensiun dari PT ASABRI dan PT Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan, paling lambat pada tahun 2027, sesuai amanat UU No. 24 Tahun 2011. Hal ini penting untuk memperluas cakupan program jaminan sosial dan memastikan seluruh pekerja mendapatkan perlindungan yang layak.

Dalam seminar ini, KSPI juga menekankan pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap BPJS Ketenagakerjaan. Setelah satu dekade berjalannya program jaminan pensiun, pekerja harus lebih serius dalam mengawasi pengelolaan dana kepesertaan dan melihat laporan keuangan tahunan BPJS Ketenagakerjaan yang wajib dipublikasikan setiap tahunnya. Hal ini penting untuk memastikan bahwa dana pensiun benar-benar dikelola dengan baik dan dapat memberikan manfaat maksimal bagi pekerja.

Seminar “Decent Work Day” menegaskan bahwa jaminan pensiun bukanlah program yang dapat dianggap remeh. Pekerja di Indonesia harus terus memperjuangkan hak mereka atas jaminan sosial yang adil dan layak, sementara pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan harus bekerja lebih keras untuk memastikan bahwa program ini berjalan dengan transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan yang tinggi.