Purwakarta, KPonline – Seperti diketahui, belakang ini jagad the working class kembali dihebohkan dengan cerita seorang pekerja wanita yang diduga mengalami upaya “Staycation” oleh atasannya demi perpanjangan kontrak kerja di sebuah perusahaan yang berada di wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Sehingga, reaksi beragam pun bermunculan dari berbagai pihak akibat dari hal tersebut. Diantaranya, Said Iqbal sebagai Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengecam keras perilaku atasan yang bertindak sewenang-wenang.
Menurutnya ini merupakan sebuah bentuk kejahatan, perilaku tersebut merupakan penghinaan bagi anak bangsa khususnya kaum perempuan.
Senada dengan hal yang sama, Ketua Exco Partai Buruh Purwakarta Wahyu Hidayat pun mengatakan bahwa Partai Buruh dan organisasi serikat buruh mengecam keras praktik asusila seperti ini.
Kemudian, Wahyu Hidayat juga mengungkapkan bahwa mungkin hal ini bukanlah hal yang baru. Tetapi sulit untuk diungkap bila korban tak berani berbicara. Untuk itu, korban harus berani berbicara agar hal seperti ini (Staycation) bisa dihentikan.
“Dengan adanya Undang-undang perlindungan terhadap perempuan. Salah satu diantaranya adalah undang-undang yang mengatur khusus tentang kekerasan seksual, yakni Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Pidana kekerasan seksual pelakunya bisa dijerat dan mendapatkan sanksi yang setimpal,” ujar Wahyu Hidayat.
Selanjutnya, Wahyu Hidayat pun menyatakan bahwasanya Ia bersama Partai Buruh siap memberikan bantuan perlindungan dan pendampingan hukum bagi para korban untuk mendapatkan keadilan.
Oleh sebab itu, setidaknya hal yang telah terjadi dan dialami pada pekerja wanita tersebut merupakan hasil dari terciptanya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang sebelumnya merupakan Perppu Cipta Kerja yang katanya bentuk kepedulian terhadap investasi.
Dan beginilah hasilnya bila Outsourcing begitu bebas tercipta tanpa membatasi ruang lingkup dan jenis pekerjaan mengisi di salah satu pasal dalam UU Cipta Kerja. Sehingga, mampu menjadi pemicu tindak Staycation kepada pekerja perempuan yang berstatus kontrak di sebuah perusahaan.
Berbeda dengan Undang-undang Ketenagakerjaan sebelumnya (UU 13/2003) dimana di UU 13 tersebut mengatur outsourcing hanya bisa untuk diterapkan beberapa jenis pekerjaan dan bidang pekerjaan tertentu saja.