Walaupun Upah 4 Juta, Buruh Masih Tak Mampu Memenuhi Kebutuhan Hidupnya

Walaupun Upah 4 Juta, Buruh Masih Tak Mampu Memenuhi Kebutuhan Hidupnya

Purwakarta, KPonline – Seorang wanita paruh baya pekerja swasta di Kabupaten Purwakarta mengaku kesulitan mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Wanita yang bekerja di perusahaan swasta ini mengatakan hanya mendapatkan gaji pokok sebesar Rp4.173.568 per bulan.

Bacaan Lainnya

Dia adalah Ningsih (44), Wanita asal Purwakarta Jawa Barat yang sudah lama bekerja di perusahaan swasta yang berada di Kabupaten tersebut.

Ia pun mengatakan, biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan hidup sehari-hari cukup besar jika dibandingkan pendapatan setiap bulan.

Dalam satu hari saja, Minimal Ningsih bisa menghabiskan uang Rp100.000 sampai Rp120.000 untuk biaya sekolah kedua anaknya, makan, bensin dan lain sebagainya.

“Namanya menjadi orang tua tunggal, jadi makan itu beli terus. Untuk biaya makan sehari-hari bisa sampai Rp50.000 sampai Rp70.000. Susah nyari makanan yang harganya di bawah Rp50.000 dalam satu hari,” kata Ningsih saat diwawancarai Media Perdjoeangan.

Ningsih tidak memasak, dikarenakan waktunya banyak dipakai untuk bekerja. Jadi untuk makan terpaksa Ningsih harus membeli. Dan itu dilakukan karena sejak 5 tahun lalu ia ditinggalkan oleh sang suami yang kembali menghadap sang Illahi Robbi.

Tak hanya itu, karena belum miliki rumah tinggal sendiri, dirinya juga harus membayar uang kontrakan/kos yang harganya berkisar diantara Rp300.000 sampai Rp500.000 per bulan.

Selain untuk kebutuhan sehari-hari, dirinya juga menyisihkan untuk memberi orangtuanya sehingga sangat jarang gaji yang ia diterima bisa disisihkan untuk menabung.

“Gimana mau nabung, anak ku ada dua. Yang satu SMP dan yang satunya lagi SMA, sekarang aja lebih besar pasak dari pada tiang (lebih besar pengeluaran daripada pendapatan),” ucapnya.

Meski demikian, Ningsih sangat bersyukur karena masih mendapatkan pekerjaan di jaman yang serba susah ini.

Untuk mengakali pengeluaran yang berlebih tersebut, Ningsih tidak mengenal istilah sarapan pagi.

“Pokoknya makan itu cuma siang dan malam, enggak ada sarapan. Kecuali kedua anak saya, Itupun kadang-kadang cuma lauk mie instan ataupun goreng telur,” ujarnya.

“Begitulah realita saya sebagai buruh pabrik yang mungkin bisa dikatakan miskin di negeri sendiri. Bahkan, dengan kebijakan kebijakan yang ingin dihadirkan oleh pemerintah saat ini seperti Undang-undang nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, tentu akan semakin menyengsarakan kaum buruh atau kelas pekerja dengan cara terstruktur,” tutup Ningsih.

Pos terkait